Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Bayi Lobster dan Profit Jangka Pendek

18 Desember 2019   17:28 Diperbarui: 10 Juli 2020   06:46 2819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu ekspor benih lobster sedang ramai dibahas masyarakat dan warganet. Bermula dari wacana menteri KKP Edhy Prabowo untuk membuka keran ekspor benih lobster dengan mencabut Peraturan Menteri KKP No. 56/PERMEN-KP/2016 tentang larangan penangkapan benih lobster. 

Setelah wacana itu bergulir, kita tahu bersama mantan menteri KKP, Susi Pudjiastuti merespon negatif dan menolak tegas wacana tersebut.

Argumen menentang ekspor benih lobster cukup akal yaitu agar meningkatkan nilai jual lobster dan menjaga keberlangsungan sumber daya lobster (dan ekosistem) di laut Indonesia.

Polemik ekspor benih lobster ini kemudian menjadi viral dan menyita perhatian masyarakat luas termasuk para warganet. Tagar #TolakEksporBenihLobster sudah berhari-hari berseliweran di lini masa twitter. 

Twit saya yang me-retwit cuitan akun @Aryprasetyo85 berisi video penjelasan Susi Pudjiastuti mengapa memberlakukan larangan ekspor benih lobster, sudah di-retwit sebanyak lebih dari 2.300 kali, dan mendapat 3.200 like. Sepanjang sejarah akun twitter saya, inilah twit yang paling banyak mendapat engagement dari warganet.

gambar dari dokpri
gambar dari dokpri

Menyikapi sikap protes masyarakat yang meluas, Menteri Edhy tetap anteng tapi keukeuh dengan wacananya. Menteri Edhy meminta masyarakat untuk tidak perlu khawatir berlebihan karena akan ada kajian lebih lanjut dan kebijakan baru yang menjadi kontrol seperti misalnya 2% dari lobster budidaya yang sudah dewasa harus dikembalikan ke dalam laut dan kebijakan lainnya.

Setelah beberapa hari ramai, akhirnya Pak Jokowi buka suara juga di depan media. Pesan Pak Jokowi yang bisa saya tangkap adalah pada prinsipnya Presiden ingin kebijakan ekspor benih lobster harus berjalan seimbang antara bisnis dan keseimbangan lingkungan. 

Jangan sampai karena menjaga lingkungan, ekonomi tidak jalan, atau sebaliknya, jangan sampai karena mau mengutamakan bisnis lingkungan jadi rusak. Kalau pun ekspor jangan awur-awuran, ini statement penutupnya.

Menilik jawaban tersebut, terkesan Presiden Jokowi cukup berhati-hati menyikapi isu ini. Ekspor setuju, tapi dengan banyak catatan tambahan. Bila mengamati kicauan demi kicauan di lini masa banyak warganet yang berpendapat bahwa Pak Jokowi saat ini sedang tersandera oleh pihak-pihak yang punya kepentingan besar di bisnis benih lobster, yang kabarnya sudah punya pengaruh sampai ring 1 istana.

Tapi saya mencoba berpikir positif saja, dengan analisis sederhana seperti ini: Sepertinya kebutuhan untuk menggenjot ekspor di segala lini untuk memperbaiki neraca perdagangan yang defisit membuat ekspor benih lobster juga menjadi salah satu opsi. Saya yakin setiap kementerian didorong untuk berkontribusi terhadap neraca perdagangan negara.

Untuk bisnis benih lobster sendiri, beberapa hari terakhir ini sejumlah portal berita menurunkan kabar yang bikin terperangah. Misalnya: Vietnam menggelontorkan uang lumayan gede untuk pembelian bibit lobster dari Singapura.

Hitungannya bisa mencapai 15 milar rupiah per hari, dan sudah jadi rahasia umum, kalau Singapura selama ini menjadi pusat transit benih-benih lobster yang diselundupkan dari Indonesia.

Hal ini sinkron dengan data lainnya. PPATK mengendus pergerakan uang terkait penyelundupan benih lobster yang bisa mencapai 900 miliar rupiah per tahun. Jadi kalau dirata-ratakan, nyaris 3 miliar rupiah per hari. 

Ini bukan uang kecil, sehingga menjadi salah satu alasan mengapa keran ekspor benih lobster harus dibuka. Pemerintah ingin agar perputaran uang besar tersebut berpindah dari dunia antah berantah masuk ke neraca negara.

Tapi alasan ini justru semakin menegaskan motif pemerintah yang cenderung mengejar profit jangka pendek dari perdagangan benih lobster. Mengapa tidak menunggu hingga lobster dewasa baru diperdagangkan? Harganya juga bisa 10 kali lipat dalam waktu kurang lebih setahun dari harga saat masih berupa benur. 

Jika memang "merasa sayang" dengan uang hilang yang berkeliaran di tangan jaringan para penyelundup, ya sistem dan orang-orang lapangan yang bertugas dalam pengawasan harus diperkuat.

Jika sistem pengawasan lemah, masalah kita akan sama saja jika ekspor benih lobster benar-benar terealisasi. Kebijakan untuk mengontrol eksploitasi sumber daya alam apapun akan lumpuh jika pengawasan di lapangan lemah.

Ini juga yang membuat banyak kekhawatiran muncul dari masyarakat (termasuk eksportir lobster dewasa) akan keberlangsungan sumber daya lobster jika keran ekspor benihnya dibuka.

Selain itu, uang besar bisnis bibit lobster juga bisa dialihkan ke dalam negeri dengan menggiatkan budidaya lobster. Masa kita mau kalah dengan Vietnam!

Jadi sebenarnya ekspor benih lobster ini masalah sederhana yang dibuat nampak rumit. Mau diputar-putar bagaimana pun dengan alasan apa pun, ekspor lobster dewasa masih jauh lebih menguntungkan dibanding ekspor lobster saat masih bayi, baik dari aspek bisnis maupun ekosistem.

---

referensi: 1 |2 | 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun