Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Diawali Hujan Bulan Oktober

9 Oktober 2019   21:05 Diperbarui: 9 Oktober 2019   21:14 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari hamiltonkent.com

Untuk pertama kalinya, hujan jatuh dari langit kota kami. Hujan perdana mengguyur metropolitan selama kira-kira sepuluh menit. Tapi kehadirannya yang singkat sudah mengubah banyak hal.

Udara panas bulan Oktober telah berganti kesejukan yang membelai pori-pori. Sejumlah sisi jalanan tergenang. Di aplikasi peta kota, beberapa ruas jalan memerah pertanda volume kendaraan meningkat. Tanah becek. Office boy cepat-cepat meletakkan kardus-kardus bekas di pintu kantor terluar.

Aku membuka laci meja kerja paling bawah. Memindahkan beberapa buku dan mengambil mantel hujan bermotif polkadot dari situ. Aku menyimpannya di tempat itu berbulan-bulan yang lalu.

Ternyata kehadiran hujan tidak mengubah segalanya, masih ada yang terlihat sama. Caramu memandangku masih sama, juga raut wajahmu saat cemas. Kali ini kamu cemas bukan karena laporanmu direvisi gila-gilaan oleh General Manajer, tapi kamu cemas karena langit semakin berwarna kelabu pekat di atas sana.

"Nit, pulang yuk. Aku bonceng," ajakku.

Jarum jam memang sudah bergerak cukup jauh dari angka lima.

Kamu kembali menatapku. Dari tatapan itu aku membaca jawaban iya, tetapi bersama segumpal sangsi.

"Aku gak bawa jas hujan, Jo," sahutmu.

Aku pun mengangkat mantel polkadot. "Ini ada."

"Lah, itu bukannya punya Marni?"

"Bukanlah. Ini mantel adikku. Tapi dulu memang selalu tinggal di bagasi motor. Jadi ya..."

Kamu mengangkat bahu. "Tapi kalau aku boncengan sama kamu, Marni gak marah, kan?" tanyanya.

Aku tersenyum kesal. Kamu kan tahu Aku dan Marni, cewek manis di kantor sebelah, sudah putus berminggu-minggu lamanya.

"Mau gak?" tanyaku setengah mengintimidasi.

Dan tak sampai 15 menit kemudian, kita berdua sudah melaju di atas jalan Kemangi Raya yang panjang dan lebih lengang dari biasanya. Banyak pengendara motor yang memilih menepi karena hujan memang sedang turun dengan deras.

"Jo! Apa gak bisa singgah berteduh dulu?!" kamu berteriak dari balik mantelku.

"Gak bisaa! Aku gak mau terlambat hadir di acara resepsi nikahan teman malam nanti! Emang ada apa, Nit?!"

"Oh enggak kok! Ya udah, jalan terus aja. Tapi hati-hati ya, Jo! Jalanan liciiin!"

"Yaa. Kalau kamu kedinginan, peluk yang erat aja!"

Kamu tertawa geli. Tapi tak lama kemudian aku merasa pelukanmu semakin erat.

Apa hujan di bulan Oktober ini mengawali sebuah kisah baru?

--- 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun