"Bukanlah. Ini mantel adikku. Tapi dulu memang selalu tinggal di bagasi motor. Jadi ya..."
Kamu mengangkat bahu. "Tapi kalau aku boncengan sama kamu, Marni gak marah, kan?" tanyanya.
Aku tersenyum kesal. Kamu kan tahu Aku dan Marni, cewek manis di kantor sebelah, sudah putus berminggu-minggu lamanya.
"Mau gak?" tanyaku setengah mengintimidasi.
Dan tak sampai 15 menit kemudian, kita berdua sudah melaju di atas jalan Kemangi Raya yang panjang dan lebih lengang dari biasanya. Banyak pengendara motor yang memilih menepi karena hujan memang sedang turun dengan deras.
"Jo! Apa gak bisa singgah berteduh dulu?!" kamu berteriak dari balik mantelku.
"Gak bisaa! Aku gak mau terlambat hadir di acara resepsi nikahan teman malam nanti! Emang ada apa, Nit?!"
"Oh enggak kok! Ya udah, jalan terus aja. Tapi hati-hati ya, Jo! Jalanan liciiin!"
"Yaa. Kalau kamu kedinginan, peluk yang erat aja!"
Kamu tertawa geli. Tapi tak lama kemudian aku merasa pelukanmu semakin erat.
Apa hujan di bulan Oktober ini mengawali sebuah kisah baru?