Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Terang dan Gelap

6 Agustus 2019   21:12 Diperbarui: 6 Agustus 2019   21:11 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari https://karenascofield.wordpress.com

Pada sebuah ujung senja yang damai, bintang berpapasan dengan matahari yang hendak pamit untuk menabur cahayanya di belahan bumi yang lain. Bintang yang masih muda belia itu pun bertanya,

"Tuan, jika suatu saat anda menjadi tua dan lelah, siapa lagi yang akan menyinari bumi?"

Matahari tersenyum dan berhenti sejenak. Dia berpikir, mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu.

"Bintang muda yang budiman. Sebelum menjawab pertanyaan itu, aku akan bertanya kepadamu terlebih dahulu. Mengapa kamu dan kawan-kawanmu masih betah menghiasi malam? Dan sampai kapan?"

Bintang sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Tapi dia langsung menjawab dengan yakin.

"Sudah kodrat kami untuk menghiasi langit malam, bukan? Tapi di samping itu, saya sendiri senang dengan tugas ini. Manusia adalah makhluk yang sangat rapuh. Mereka membutuhkan bintang-bintang, rembulan, anda, Tuan Matahari, untuk memberi mereka kekuatan di saat gelap. Tetapi sampai kapan, entahlah. Di alam semesta ini, tidak ada yang benar-benar abadi."

Matahari mengangguk-angguk.

"Benar katamu. Tidak ada yang abadi, termasuk juga diriku, suatu saat bisa pudar dan menghilang. Jadi sebenarnya yang paling penting adalah manusia-manusia dan kemanusiaan di bawah sana. Selagi mereka memiliki terang yang kuat dalam hatinya, mereka akan selalu punya cara untuk menghadirkan matahari-matahari yang lain di atas dunia mereka.Tapi sebaliknya, jika hati mereka gelap gulita, 10, 100 atau 1.000 matahari pun tidak akan cukup untuk menerangi dunia mereka."

"Jadi apakah manusia harus dipisahkan dari gelap?" tanya bintang lagi.

Matahari terdiam sejenak.

"Gelap dibutuhkan untuk menguji terang. Gelap kadang dibutuhkan agar manusia semakin menghargai terang. Tapi celakalah manusia yang membiarkan gelap mengambil alih sumber terang dalam dirinya."

Matahari memandang langit yang semakin temaram. Bulan setengah purnama datang malu-malu di antara awan berwarna tembaga.

"Sepertinya aku sudah harus pergi sekarang. Selamat bertugas, Bintang muda. Senang bercakap-cakap denganmu. Oh ya, sebagai informasi, sebenarnya aku sudah sangat tua. Hanya saja, aku belum lelah," ucapnya lalu tertawa kecil.

Bintang ikut tertawa, lalu membalas salam perpisahan matahari dengan takzim. Setelah matahari benar-benar hilang di ufuk barat, dia berjanji suatu saat akan menjadi seperti matahari yang kuat dan penuh kebijaksanaan.

--- 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun