Tidak semua orang menyadari manajemen keuangan pribadi atau rumah tangga sama pentingnya dengan manajemen keuangan organisasi atau perusahaan. Yang membedakan keduanya hanyalah volume dan pemangku kepentingan (termasuk pertanggungjawaban) manajemen keuangan tersebut. Prinsip dasarnya sama, tanpa pengelolaan yang baik, rumah tangga atau organisasi akan menuju kepada kegagalan keuangan.
Dalam manajemen keuangan ada beberapa rasio yang diperlukan untuk memantau keadaan keuangan. Rasio keuangan ini adalah perbandingan dari beberapa aspek yang menggambarkan keadaan keuangan dalam satu waktu tertentu.
Dengan memantau rasio-rasio keuangan ini secara periodik, manajer keuangan jadi mengetahui perkembangan keadaan keuangan sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat jika terjadi masalah atau ingin melakukan ekspansi usaha serta keputusan-keputusan keuangan penting lainnya.
Rasio keuangan perusahaan pada umumnya lebih kompleks daripada rasio keuangan yang dibutuhkan dalam manajemen keuangan pribadi. Tetapi pada prinsipnya rasio-rasio keuangan pribadi ini tetap penting untuk diamati dari waktu ke waktu. Dari sejumlah rasio keuangan, mari kita fokuskan pengamatan kita pada empat rasio keuangan berikut.
Rasio Utang (Debt Ratio)
Rasio utang adalah jumlah pengeluaran yang dialokasikan untuk membayar utang (pokok dan bunga pinjaman) dibandingkan dengan pendapatan setiap bulannya. Jadi jika setiap bulan bapak X memiliki pendapatan sebesar Rp10.000.000 dan membayar utang sebesar Rp2.700.000 maka bapak X memiliki rasio utang sebesar 27%.
Idealnya rasio utang ini maksimal sebesar 30% (beberapa referensi menyebut 40%). Semakin kecil rasionya semakin baik untuk pengelolaan keuangan kita.
Jika rasio utang berada di atas 30%-40%, dikhawatirkan kita akan kesulitan mengalokasikan pendapatan yang tersisa untuk pos-pos pengeluaran lainnya, seperti tabungan, tagihan rutin, biaya hidup sehari-hari dan lain-lain. Kadang terjadi juga, ada pengeluaran mendadak dalam jumlah besar. Jika terjadi demikian, kita menjadi rentan pada risiko gagal bayar pinjaman. Padahal ini harus dihindari agar riwayat pinjaman kita tetap bersih dan tidak mengalami masalah dengan pihak kreditur.
Cara untuk menjaga rasio utang tetap ideal adalah mengambil pinjaman secara bijak dan sedapat mungkin menghindari pinjaman yang bersifat konsumtif.
Rasio Tabungan (Saving Ratio)
Rasio tabungan adalah jumlah pengeluaran yang dialokasikan untuk tabungan atau investasi dibandingkan dengan pendapatan setiap bulannya. Jadi jika setiap bulan bapak X memiliki pendapatan sebesar Rp10.000.000 dan mengalokasikan pendapatan sebesar Rp500.000 untuk tabungan maka Bapak X memiliki rasio tabungan sebesar 5%.
Menabung atau berinvestasi adalah cara kita untuk meningkatkan daya beli di masa yang akan datang, jadi sebaiknya ada alokasi rutin untuk tabungan/investasi setiap bulan. Idealnya rasio tabungan ini sebesar minimal 10% dari pendapatan. Semakin besar rasionya, semakin baik, dengan tetap memperhatikan kebutuhan atau pengeluaran yang lain.
Debt to Asset Ratio
Debt to Asset Ratio adalah total seluruh saldo utang kita dibandingkan dengan jumlah aset yang kita miliki. Aset yang dimaksud di sini adalah gabungan dari seluruh jumlah tabungan (baik jangka pendek maupun jangka panjang), investasi, properti dan harta kita yang lain.
Contoh ilustrasinya seperti ini: jika bapak X memiliki jumlah aset sebesar Rp800.000.000 serta memiliki saldo pinjaman KPR sebesar Rp180.000.000 dan pinjaman mobil sebesar Rp120.000.000 maka debt to asset ratio bapak X adalah (Rp180.000.000 + Rp120.000.000) dibagi Rp800.000.000 dikali 100% atau sebesar 37,5%.
Semakin kecil rasio ini semakin baik untuk pengelolaan keuangan. Idealnya debt to asset ratio maksimal 50% atau dengan kata lain jumlah dari total seluruh utang maksimal setengah dari jumlah aset kita. Ini untuk menjaga jika kemungkinan terburuk terjadi, kita harus melunasi seluruh utang, maka kita memilik aset yang memadai untuk hal itu.
Setelah melunasi seluruh utang kita pun masih memiliki kekayaan bersih (jumlah aset dikurangi dengan jumlah utang) yang dapat digunakan untuk pengelolaan keuangan selanjutnya.
Likuiditas (Liquidity Ratio)
Likuiditas adalah jumlah aset lancar dibandingkan dengan jumlah pengeluaran bulanan. Aset lancar yang dimaksud di sini adalah uang tunai, tabungan jangka pendek (termasuk dana darurat) dan aset lain yang bisa dicairkan menjadi uang tunai dalam waktu singkat.
Idealnya likuiditas sebesar tiga sampai enam kali pengeluaran bulanan kita. Kegunaan dari likuiditas ini adalah jika sewaktu-waktu pendapatan terhenti (misalnya terkena PHK atau usaha macet) kita masih memiliki persediaan dana untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari sampai pendapatan kita stabil kembali.
Rasio likuiditas ini terkait juga dengan rasio aset lancar dibandingkan dengan jumlah kekayaan bersih. Rasio aset lancar idealnya sebesar 15%-20% dari kekayaan bersih.
Jadi jika rasionya terlalu kecil atau terlalu besar kurang baik dampaknya bagi keuangan kita. Jika terlalu kecil kita bisa mengalami kesulitan menyediakan dana cadangan jika sewaktu-waktu pendapatan terhenti, seperti ilustrasi di atas. Tapi jika rasionya terlalu besar maka kita berpotensi kehilangan pendapatan karena pada umumnya aset lancar ini memiliki imbas hasil yang lebih kecil dibanding aset yang kita gunakan untuk investasi.
Nah, setelah mengetahui beberapa contoh rasio keuangan tersebut, kita bisa menghitung bagaimana posisi keuangan kita saat ini dan yang terpenting adalah bagaimana rencana keuangan kita selanjutnya?
Rasio-rasio keuangan yang dipaparkan di atas adalah teori keuangan yang umum digunakan. Tentu saja implementasinya pada kehidupan sehari-hari sangat tergantung dari keadaan keuangan kita masing-masing. Salam akhir pekan (PG)
---
Baca juga:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H