Matahari jeda sejenak di atas perjalanan ini. Dari atap tebing kita bisa menyemai kabut, mengumpulkan hawa keteduhannya lalu
menyibak lapis demi lapis, sampai temukan yang terdalam dan sedang bergeming dalam kontemplasi.
Mungkin batu-batu yang bersemayam itu tidak bisa lagi bertutur sapa seperti pada awalnya, tapi gurat-gurat yang diukir masa mampu membawa kita pada kisah-kisah penuh cinta. Tentang kesetiaan, tentang kemurnian, tentang keluhuran, tentang keparipurnaan yang diwariskan semesta.
Seperti pelangi yang tidak hadir di hari cerah, kita pun perlahan-lahan memahami keindahan hidup yang dilahirkan penderitaan, pelajaran luhur yang selalu dilantangkan peradaban dari puncak-puncak bumi.
Mari menyemai kabut dalam perjalanan ini agar esok jika mahatari terik, kita bisa tetap berkontemplasi dalam keteduhan, hadirkan gurat demi gurat wajah Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H