Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Asmara Dibekap Malam

13 Maret 2019   16:32 Diperbarui: 13 Maret 2019   16:58 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: sf.co.ua/id16556

Matahari senja hampir tenggelam di balik bayang-bayang pegunungan ketika Jeane mengecup bibir Brandon. Tidak ada lagi kehangatan yang tersisa di situ untuk cinta, bahkan mungkin untuk persahabatan yang sudah mereka jalani lima tahun ini.

Jeane menghapus air matanya dan berkata lirih, "Aku sebenarnya tidak ingin berakhir seperti ini, Brandon."

Brandon terdiam. Matanya menerawang jauh, menembus awan-awan hitam kelabu di atas sana. Langit sedang mendung selaras dengan pilu hati mereka saat ini.

Lalu gerimis mengucur perlahan dan semakin deras seiring malam menggantikan siang. Di antara rapatnya tirai-tirai hujan, Jeane menyetir volkswagen biru lautnya melewati belokan-belokan yang tajam, di antara jurang dan pepohonan pinus. Semakin lama mereka meninggalkan peradaban, keadaan semakin gelap dan hujan semakin deras.

Kini lampu mobilnya menjadi satu-satunya penerangan di malam gelap berhujan itu.

Jeane menginjak rem, sehingga ban mobilnya berdecit-decit beradu dengan aspal jalanan sebelum terseret ke luar jalan. Sesaat napasnya berhenti, sampai detak jantungnya terdengar lebih jelas. Untunglah Jeane masih bisa menguasai setir untuk menjaga keseimbangan mobilnya.

Setelah mengambil napas kembali beberapa saat kemudian, mobil tersebut kembali bergerak memasuki barisan pepohonan di sisi kiri jalan.

Mobil berhenti. Lampu mobil padam. Malam semakin gelap pekat. Untunglah derasnya hujan sudah berlalu, meninggalkan gerimis yang mengucur malu-malu.  

Jeane keluar dari mobil dan mengeluarkan sejumlah perkakas dari dalam mobilnya. Senter, sekop, ember dan terakhir ... tubuh Brandon yang sudah nyaris kaku.

Berjam-jam lamanya Jeane membuat lubang kubur seadanya lalu membenamkan tubuh Brandon di situ, termasuk gawai Brandon yang menjadi saksi bisu aksi perselingkuhannya yang keji dengan Sandy, kawan karib Jeane sendiri. Juga linggis berlumur darah yang senja tadi mengakhiri kisah mereka selama-lamanya.

Sepertinya malam hampir berganti pagi. Adrenalin yang berhasil menguatkan tekad dan detak jantung Jeane beberapa jam ini sudah pergi, berganti dengan rasa takut dan lelah yang luar biasa. Di belakang setir, Jeane melajukan mobilnya dengan kencang melewati belokan-belokan yang tajam, di antara jurang dan pepohonan pinus.

Lalu suara decitan rem mobil terdengar nyaring memecah sepinya subuh. Jeritan Jeane tersangkut di tenggorokan bersamaan dengan volkswagen biru lautnya yang melayang melewati pagar pembatas jalan.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun