Oksigen dalam kereta malam seperti menipis
hidung dan paru-paru kembang kempis
sedikit lagi jemari depresi menyentak
sebelum semua beban pikiran coba aku enyah sejenak
berganti penat yang memenuhi benak.
Tapi segala beban hidup itu tiba-tiba sirna
ditelan manis senyum milik seorang gadis
getir semula berganti legit kue lapis
di antara bibir bergincu merah muda.
Ramah menyapa budi bahasa
cantik dan anggun sikap pun santun
Apakah aku
lelaki kebanyakan yang dekil dan didera lelah
pantas terima ini anugrah?
Sayangnya
bahagia tak pernah singgah lama.
Kali ini dia turun di stasiun berikutnya
membawa serta setengah semesta.
Wahai gadis
pemilik senyum termanis
bilakah kita lagi bersua
di waktu dan suasana yang lebih romantis?
Ataukah ini hanya lakon satu babak
dari drama kehidupan yang panjang dan jenaka.
---
kota daeng, 1 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H