Kita adalah debu-debu semesta
bergelimang gelap di antara relung-relung kehampaan.
Kita fana telak
tetapi terus merangkak
bergerak
menuju cahaya di balik selaput kebutaan.
Setiap kali merasa mata telah terbuka
kita tertawai jiwa yang menangis
kita jatuh lagi karena gravitasi egosentris
ke dalam palung
tempat jiwa-jiwa merenung.
Merenungkan masa lalu yang diantar masa depan
dan masa depan yang dibentuk kepingan masa lalu
lalu tersadar bahwa kita masih debu-debu semesta
masih terus bergerak
merangkak
menuju cahaya di balik selaput kebutaan.
Itu cahaya
perdana sekaligus paripurna
cahaya yang akan memisahkan
kita dengan kegelapan
dan menyatukan dengan keabadian.
---
kota daeng, 12 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H