Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kitab Suci Itu "Beyond Fiction"

13 April 2018   22:57 Diperbarui: 14 April 2018   10:19 3339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan Rocky Gerung di acara ILC beberapa waktu lalu membuat gempar se-Indonesia Raya. Kitab Suci itu Fiksi. Ini memang pernyataan yang sangat berani, bahkan bisa dibilang nyentrik karena dilontarkan di depan jutaan pasang mata pemirsa.

Memang jika menilik latar belakang Rocky Gerung yang seorang pengajar filsafat, fiksi yang dimaksud pada pernyataannya sudah pasti tidak bisa ditafsir secara harfiah seperti genre penulisan novel, cerpen, atau karya fiksi lainnya. Hanya saja pernyataan ini menjadi akar polemik karena dirangkai dengan topik politik yang sedang panas, Jokowi versus Prabowo.

Makna filosofis yang hendak dibangun pada kata "fiksi" menjadi bias karena masyarakat sudah terlanjur melabeli Rocky Gerung sebagai orang kubu politik, bukan lagi sebagai sosok yang netral.

Masyarakat kita sudah terlanjur terkotak-kotak, jauh hari sebelum tayangan tersebut. Tapi ada anomali yang terjadi pasca pernyataan Rocky Gerung ini. Mereka pada kotak yang getol mengecam Sukmawati karena menyerempet kata azan dan cadar pada puisinya, mendadak menjadi orang-orang yang berpikiran lapang menyikapi pernyataan Rocky Gerung.

Sebaliknya, mereka pada kotak yang berpikiran lapang menyikapi puisi Sukmawati, menjadi orang-orang yang mengecam Rocky Gerung karena dianggap merendahkan martabat Kitab Suci.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, sebenarnya bukan anomali yang terjadi. Malah sebuah konsistensi sikap karena memang kotak-kotak tadi dibangun oleh perbedaan pandangan politik.

Hanya saja kelamaan fenomena ini dapat menjadi racun berpikir masyarakat. Para elite dan penggerak-penggerak masyarakat kita telah mendesain sebuah cara berpolitik yang tidak sehat dan cenderung pragmatis. Mestinya politik mengedukasi masyarakat agar masyarakat mampu berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekelilingnya.

Tapi lihatlah fenomena yang terjadi belakangan ini. Masyarakat kita cenderung reaktif, perbedaan pandangan membuat banyak kubu hater-lover, yang tadinya berteman jadinya bermusuhan dan fenomena lainnya. Terlihat bahwa yang disasar dan telah terbentuk adalah cara bersikap masyarakat, bukan cara berpikirnya.  

gambar dari http://www.tarbiyah.net
gambar dari http://www.tarbiyah.net
Sampai artikel ini diturunkan, di jagat twitter topik ini masih hangat diperbincangkan dan diperdebatkan. Jika diibaratkan seperti nyala api unggun, nampaknya api unggun tersebut masih akan lama berkobar karena kayu api terus dimasukkan ke dalamnya. 

Sejumlah selebtwit yang tadinya diam, juga mulai "turun lapangan", menyuntikkan opininya ke dalam polemik ini. Kubu-kubu yang tadinya solid juga mulai terbagi-bagi.

Saya pribadi menganggap kitab suci bukanlah fiksi. Kitab suci itu beyond fiction. Kalaupun ada bagian-bagian dalam kitab suci yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah dan tidak bisa dijelaskan dengan realitas saat ini, itu tidak serta merta menjadikannya sebuah fiksi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun