"Caranya dengan mencoba," sahut Tuhan.
Aku pun lalu berbalik dan memandang ke arah Setan yang kini berpindah tempat duduk ke atas sofa. Posisinya setengah berbaring dengan satu kakinya diangkat ke atas kaki yang lain.
Aku pun meminta setan untuk segera pergi. Tapi setan menolak.
"Aku langsung merasa betah di tempat ini. Aku suka suasananya," sahutnya cuek.
Aku melirik Tuhan. Dia berucap pelan, "...terus mencoba."
Sebuah ide tiba-tiba terpikirkan. Aku tahu, makhluk bertelinga runcing itu suka bermain domino. Aku juga... dan belum pernah ada yang mengalahkanku dalam permainan itu. Aku pun mengajaknya bermain domino kembali dengan satu syarat. Jika Setan menang dia boleh tinggal tapi jika aku yang menang dia harus segera pergi.
"Setuju!" Setan tersenyum senang. "Aku suka permainan yang menantang ini. Tadi main sama Malaikat seperti bermain dengan anak kecil saja."
Kami kembali mengeluarkan kursi-kursi dan memulai permainan. Tiba-tiba aku merasa sedikit gentar. Bagaimana kalau Setan menang? Tapi, ah, aku segera membuang kekhawatiran itu jauh-jauh.
Seiring kartu-kartu domino yang mulai terangkai di atas meja aku semakin bersemangat. Sementara Setan mulai kehilangan senyumannya. Di akhir permainan aku berhasil mengunci dua kartu miliknya. Aku menang!
"Sesuai kesepakatan, kamu harus pergi sekarang," ucapku girang.
Setan berdiri tanpa ekspresi. Lalu berjalan ke arah sofa dan merebahkan dirinya di situ. "Kamu tahu, aku kan setan. Mana ada sih setan yang mematuhi kesepakatan!" ucapnya tanpa perasaan berdosa.