Kopi tubruk milik Parjo hampir tandas, sementara milik Abud belum lagi setengahnya dihabiskan. Kedua kawan karib itu sedang duduk berleha-leha menikmati petang di atas balai-balai di teras rumah Parjo. Murni, istri Parjo baru saja masuk setelah mengantar sepiring pisang goreng crispy keluar.
Abud memandang ufuk barat jauh di balik pohon-pohon pisang dengan nelangsa.
"Bro, mau tambah kopi lagi?" tanya Parjo menggoda.
Abud melirik lesu ke gelas kopinya. "Yang ini saja belum habis, Jo."
Parjo tertawa lalu menepuk-nepuk pundak Abud.
"Nah, itu sama dengan kisah cinta kamu. Bagaimana kamu bisa move on, kalau masih kepikiran sama Sinta terus."
"Dia kan cinta matiku, Jo," sahut Abud hampir nangis.
Parjo mencibir. "Dulu waktu putus dari Lea kamu juga ngomong gitu, juga sama Ratih... Tuti."
Abud terdiam cukup lama.
"Bro, saya pernah kepikiran, jangan-jangan saya ini kena tulah."
"Haah?!" Parjo terkejut.