Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memanen Air Langit untuk Kesehatan

9 Maret 2018   17:52 Diperbarui: 9 Maret 2018   18:13 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo oleh Romo Kirjito. Gambar dokpri

Hari Sabtu minggu lalu (3/3) saya mengikuti WorkshopPerakitan Alat untuk Membuat Air Sehat Alami yang diselenggarakan oleh Komisi PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) Keuskupan Agung Makassar. Workshop ini difasilitasi oleh Romo Kirjito, seorang Pastor yang meneliti kualitas air hujan sejak tahun 2014.

Workshop yang dihadiri tidak kurang dari 100 orang peserta ini bertujuan menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya konsumsi air berkualitas dan kembali memanfaatkan air langit (air hujan) seperti yang dilakukan nenek moyang kita dulu.  Sekitar 80% tubuh kita terdiri atas air, temasuk organ-organ penting seperti hati, darah, dan otak, sehingga air adalah kebutuhan vital bagi kehidupan kita. Jadi kualitas kesehatan kita sangat ditentukan dari kualitas air yang kita konsumsi. Sementara itu referensi-referensi kesehatan yang mudah ditemui lebih banyak membahas mengenai makanan dibanding air minum.

Air Langit

Pentingnya air bersih dan berkualitas bisa dianalogikan dengan air yang kita gunakan untuk untuk mencuci piring atau peralatan lainnya. Agar dapat membersihkan dengan maksimal, kita harus menggunakan air yang bersih. Demikian pula halnya dengan air yang kita minum dan digunakan untuk membersihkan tubuh.

Pada salah satu sesi, Romo Kirjito mengajak peserta membandingkan kadar TDS beberapa sumber air. TDS (Total Dissolved Solid) mengukur zat padat terlarut yang terkandung dalam air dengan satuan milligram per liter. Semakin kecil kadar TDS, semakin baik kualitas air tersebut. Menariknya, menurut hasil pengukuran TDS air hujan ternyata hanya 3 mg/l. Jauh lebih rendah dari standar TDS Depkes (500 mg/l) atau standar air WHO (300 mg/L), TDS ini bahkan masih lebih rendah dari kadar TDS beberapa merek air mineral ternama yang berada di kisaran 60-120 mg/l.

Sebenarnya dahulu nenek moyang memiliki kebiasaan memanen air hujan sebagai salah satu sumber air, selain air tanah. Tapi seiring waktu, kita mulai meninggalkan kebiasaan tersebut. Kita memperlakukan air hujan seperti musuh yang harus cepat-cepat dialirkan ke tempat lain.

Teknologi Sederhana untuk Menciptakan Air Berkualitas

Pada workshop ini peserta diperkenalkan pula pada alat setrum air yang dapat digunakan untuk meningkatkan pH dan ionisasi air. Alatnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Alat penyetruman air. Gambar dokpri
Alat penyetruman air. Gambar dokpri
Prinsip alat ini adalah menyetrum air dalam dua bejana berhubungan dengan tegangan DC yang berbeda pada masing-masing bejana. Jadi tegangan listrik AC dari jaringan PLN diubah menjadi tegangan DC terlebih dahulu menggunakan rangkaian penyearah (adaptor) sederhana yang dirakit sendiri dari komponen-komponen listrik seperti dioda, kapasitor dan resistor. Lalu kumparan penghantar listrik dalam masing-masing bejana dibuat dari besi stainless yang sekaligus menjadi kutub negatif dan positif dari rangkaian penyerah tadi.

Bejana cukup dibuat dari wadah plastik dengan ukuran sesuai kapasitas air yang dibutuhkan. Air dalam bejana yang terhubung dengan kutub positif penyearah akan dipenuhi ion positif, sedangkan air yang terhubung dengan kutub negatif penyerah akan dipenuhi ion negatif. Air berisi ion positif ini kurang baik untuk tubuh karena dapat meningkatkan kadar asam dalam darah, yang bisa berkembang menjadi penyakit. Sebaliknya air berisi ion negatif cukup baik untuk tubuh. Fungsinya melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan vitalitas dan membersihkan racun.

Selain ionisasi, penyetruman air ini juga dapat meningkatkan pH air. Pada kutub negatif pH cenderung naik dan terjadi sebaliknya pada kutub positif. Pada saat pH air dalam bejana kutub negatif sudah mencapai 8 atau 9, air sudah cukup sehat untuk dikonsumsi. Sedangkan air pada kutub positif yang sifatnya asam, tidak digunakan untuk konsumsi tetapi pemakaian lain, seperti menyiram tanaman atau membersihkan wajah.

Pada akhir sesi, Romo Kirjito mengajak peserta untuk menciptakan sendiri air berkualitas memanfaatkan alat penyetruman yang cukup mudah dirakit secara mandiri. Sumber air tanah, seperti sumur atau air dari PDAM tetap dapat digunakan, tetapi lebih baik lagi jika menggunakan air langit.

Saat ini Romo Kirjito tinggal dan bertugas di Muntilan, Jawa Tengah. Selain bertugas sebagai rohaniwan, Romo Kirjito juga adalah seorang budayawan dan penggiat pemberdayaan masyarakat. Pernah memperoleh penghargaan Maarif Award pada tahun 2010 dan penghargaan Kebudayaan dari Kemendikbud pada tahun 2016. Selain giat memberikan edukasi dan workshop mengenai air langit, sejumlah tulisannya pernah menghiasi halaman harian Kompas. Saya secara tak sengaja juga menemukan artikelnya di Kompasiana, satu-satunya artikel dan langsung dilabeli headline. Silahkan menyimak artikel berikut: Hujan dan Natal Merapi Timur.

Salam Kompasiana.

Beberapa peserta berbincang dengan Romo Kirjito usai workshop. Gambar dokpri
Beberapa peserta berbincang dengan Romo Kirjito usai workshop. Gambar dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun