Hari Sabtu minggu lalu (3/3) saya mengikuti WorkshopPerakitan Alat untuk Membuat Air Sehat Alami yang diselenggarakan oleh Komisi PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) Keuskupan Agung Makassar. Workshop ini difasilitasi oleh Romo Kirjito, seorang Pastor yang meneliti kualitas air hujan sejak tahun 2014.
Workshop yang dihadiri tidak kurang dari 100 orang peserta ini bertujuan menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya konsumsi air berkualitas dan kembali memanfaatkan air langit (air hujan) seperti yang dilakukan nenek moyang kita dulu. Â Sekitar 80% tubuh kita terdiri atas air, temasuk organ-organ penting seperti hati, darah, dan otak, sehingga air adalah kebutuhan vital bagi kehidupan kita. Jadi kualitas kesehatan kita sangat ditentukan dari kualitas air yang kita konsumsi. Sementara itu referensi-referensi kesehatan yang mudah ditemui lebih banyak membahas mengenai makanan dibanding air minum.
Air Langit
Pentingnya air bersih dan berkualitas bisa dianalogikan dengan air yang kita gunakan untuk untuk mencuci piring atau peralatan lainnya. Agar dapat membersihkan dengan maksimal, kita harus menggunakan air yang bersih. Demikian pula halnya dengan air yang kita minum dan digunakan untuk membersihkan tubuh.
Pada salah satu sesi, Romo Kirjito mengajak peserta membandingkan kadar TDS beberapa sumber air. TDS (Total Dissolved Solid) mengukur zat padat terlarut yang terkandung dalam air dengan satuan milligram per liter. Semakin kecil kadar TDS, semakin baik kualitas air tersebut. Menariknya, menurut hasil pengukuran TDS air hujan ternyata hanya 3 mg/l. Jauh lebih rendah dari standar TDS Depkes (500 mg/l) atau standar air WHO (300 mg/L), TDS ini bahkan masih lebih rendah dari kadar TDS beberapa merek air mineral ternama yang berada di kisaran 60-120 mg/l.
Sebenarnya dahulu nenek moyang memiliki kebiasaan memanen air hujan sebagai salah satu sumber air, selain air tanah. Tapi seiring waktu, kita mulai meninggalkan kebiasaan tersebut. Kita memperlakukan air hujan seperti musuh yang harus cepat-cepat dialirkan ke tempat lain.
Teknologi Sederhana untuk Menciptakan Air Berkualitas
Pada workshop ini peserta diperkenalkan pula pada alat setrum air yang dapat digunakan untuk meningkatkan pH dan ionisasi air. Alatnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Bejana cukup dibuat dari wadah plastik dengan ukuran sesuai kapasitas air yang dibutuhkan. Air dalam bejana yang terhubung dengan kutub positif penyearah akan dipenuhi ion positif, sedangkan air yang terhubung dengan kutub negatif penyerah akan dipenuhi ion negatif. Air berisi ion positif ini kurang baik untuk tubuh karena dapat meningkatkan kadar asam dalam darah, yang bisa berkembang menjadi penyakit. Sebaliknya air berisi ion negatif cukup baik untuk tubuh. Fungsinya melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan vitalitas dan membersihkan racun.
Selain ionisasi, penyetruman air ini juga dapat meningkatkan pH air. Pada kutub negatif pH cenderung naik dan terjadi sebaliknya pada kutub positif. Pada saat pH air dalam bejana kutub negatif sudah mencapai 8 atau 9, air sudah cukup sehat untuk dikonsumsi. Sedangkan air pada kutub positif yang sifatnya asam, tidak digunakan untuk konsumsi tetapi pemakaian lain, seperti menyiram tanaman atau membersihkan wajah.
Pada akhir sesi, Romo Kirjito mengajak peserta untuk menciptakan sendiri air berkualitas memanfaatkan alat penyetruman yang cukup mudah dirakit secara mandiri. Sumber air tanah, seperti sumur atau air dari PDAM tetap dapat digunakan, tetapi lebih baik lagi jika menggunakan air langit.
Saat ini Romo Kirjito tinggal dan bertugas di Muntilan, Jawa Tengah. Selain bertugas sebagai rohaniwan, Romo Kirjito juga adalah seorang budayawan dan penggiat pemberdayaan masyarakat. Pernah memperoleh penghargaan Maarif Award pada tahun 2010 dan penghargaan Kebudayaan dari Kemendikbud pada tahun 2016. Selain giat memberikan edukasi dan workshop mengenai air langit, sejumlah tulisannya pernah menghiasi halaman harian Kompas. Saya secara tak sengaja juga menemukan artikelnya di Kompasiana, satu-satunya artikel dan langsung dilabeli headline. Silahkan menyimak artikel berikut: Hujan dan Natal Merapi Timur.
Salam Kompasiana.