Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[RTC] Berkah Nikah

9 November 2017   13:22 Diperbarui: 9 November 2017   17:39 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari keluargasamawa.com

Aku pun mengerti mengapa orang yang menikah itu bahagia. Selain tentu saja karena boleh bersatu dengan orang yang dicintai, pernikahan adalah saat orang-orang di sekitar memanjatkan sanjung puja dan doa-doa setulus hati untuk kebaikan kedua mempelai. Setiap kali melihat perhelatan nikah, tidak pernah seingatku ada tamu yang datang dengan bermuram durja. Semua yang hadir memancarkan aura kegembiraan, senyum cerah dan menampilkan diri sebagus mungkin sebagai tanda penghargaan kepada keluarga yang punya hajatan. Kehadiran mereka juga adalah dukungan kepada keluarga baru agar bisa menjalankan bahtera rumah tangga dengan rukun, bahagia tanpa rintangan yang berarti.

Setelah mengalihkan pandangan dari layar TV, aku melihat wajahku yang dipantulkan kaca lemari. Terpekur beberapa saat, inilah wajah sepi yang tidak bisa disembunyikan. Inilah wajah,-

"Bapaaaak!"

Suara seriosa itu membuatku kaget setengah mati. Wajah Suti berbalut masker tomat dengan mata bulat sempurna muncul tiba-tiba.

"Pagi-pagi sudah melamun! Itu bak mandi belum dikuras...!" lagi-lagi suara seriosa wanita yang sudah kunikahi sepuluh tahun ini memekakkan gendang telinga.

"Iya..."

Aku menyahut malas-malasan sambil beranjak dari sofa. Sementara itu dua bocah yang usianya terpaut dua tahun berlarian dari dalam kamar dengan seragam sekolah yang belum rapi benar.

"Minta duit jajan, Mak," seru kakak memelas. Di belakangnya, ekspresi adik serupa.

Suti menelisik saku dasternya dan mengeluarkan dua lembar lima ribuan. Lalu kembali menatapku sadis,

"...uang belanja sudah habis! Sebentar narik ojek-nya jangan kesiangan!"

"Iya..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun