Kredit atau utang adalah salah satu kiat manajemen keuangan pribadi atau keluarga. Keterbatasan likuiditas dan keterbatasan kemampuan bayar saat ini dapat diatasi melalui utang dengan membebankan pembayaran pada masa depan. Dengan demikian kebutuhan-kebutuhan berbiaya tinggi seperti rumah dan kendaraan pun dapat dipenuhi sekalipun pendapatan bulanan kita terbatas.
Saat ini seiring menjamurnya lembaga pembiayaan dan semakin mudahnya fasilitas perkreditan, utang telah terintegrasi dengan gaya hidup masyarakat. Hampir semua keinginan maupun kebutuhan kita saat ini dapat dijembatani dengan utang, mulai dari belanja kebutuhan pokok, membeli gawai terbaru bahkan sampai makan di restoran favorit. Makanan sudah jadi ampas, tapi kita masih harus membayar angsurannya berbulan-bulan kemudian.
        Oleh karena itu utang bisa jadi seperti pisau bermata dua sehingga jika tidak dikelola secara bijak malah dapat berbalik menyusahkan diri sendiri. Utang memang menyelesaikan masalah hari ini, tapi tanpa perencanaan yang baik, bisa menjadi masalah baru di masa mendatang. Banyak orang yang hidupnya terganggu karena nyaris seluruh pendapatannya digunakan hanya untuk membayar kewajiban pinjaman. Saat ada gangguan keuangan sehingga pembayaran kewajiban pun tidak bisa ditunaikan lagi, masalah bertambah berat karena yang bersangkutan akhirnya harus berhadapan dengan debt collector atau petugas hukum.
        Jadi sebelum mengambil utang baru, sebaiknya kita mengecek kondisi keuangan kita terlebih dahulu. Cara paling mudah untuk menilai apakah kita sudah layak mengambiil utang baru adalah memeriksa rasio utang kita.
        Rasio utang atau debt ratio adalah alokasi dari pengeluaran yang kita gunakan untuk membayar pinjaman (pokok plus bunga) dibandingkan dengan jumlah seluruh pendapatan. Jadi jika misalnya total pendapatan bulanan Rp10.000.000, sedangkan pembayaran pinjaman Rp5.500.000, maka rasio utang kita adalah 55%.
        Rasio utang idealnya maksimal 30%, beberapa referensi bisa sampai maksimal 40% jika pinjaman termasuk properti seperti misalnya KPR, sehingga sisa pendapatan yang berada pada kisaran 60%-70% dialokasikan untuk pengeluaran yang lain seperti menabung/investasi, pembayaran tagihan-tagihan, membeli inventaris, kebutuhan sehari-hari, rekreasi dan lain-lain. Jadi rasio utang 30-40% dimaksudkan agar peminjam masih memiliki alokasidana untuk kebutuhan sehari-hari.
        Apabila rasio utang berada di atas 30-40%, pengeluaran dan kebutuhan hidup lainnya bisa jadi terabaikan, termasuk kebutuhan untuk tabungan/investasi, kemudian resiko pembayaran macet juga lebih tinggi. Bila ada kebutuhan mendesak yang biayanya cukup besar dan peminjam tidak memiliki dana darurat yang memadai, maka kemungkinan besar peminjam akan menggunakan dana yang sebenarnya dialokasikan untuk pembayaran utang. Biasanya dari sinilah awal kredit macet terjadi.
        Oleh karena itu rasio utang calon peminjam biasanya memiliki bobot yang tinggi dalam analisis kredit pemberi pinjaman. Mereka tentu ingin memastikan kemampuan bayar calon peminjamnya memadai untuk membayar kewajiban setiap bulannya saat permohonan pinjamannya disetujui.
        Jadi jika rasio utang kita sudah berada di atas 30%-40% sebaiknya mempertimbangkan kembali rencana menambah utang baru. Jika rasio utang masih di bawah rasio tersebut, hitunglah dengan baik kewajiban yang harus dibayar dan seberapa besar pembayaran tersebut memengaruhi rasio utang kita. Â
        Nah, untuk kita yang saat ini sudah terlanjur memiliki rasio utang di atas 30-40% sebaiknya lebih awas lagi mengelola pendapatan dan belanja. Ada beberapa kiat untuk menurunkan rasio utang ini. Kiat-kiat tersebut antara lain:
- Melakukan restrukturisasi utang. Debitur biasa bersedia menegosiasikan ulang jumlah pembayaran utang kita dengan memperpanjang jangka waktu pembayaran. Jadi pembayaran pinjaman lebih rendah dari biasanya, tapi konsekuensinya kita harus membayar lebih lama lagi.
- Membayar pinjaman dari aset. Kiat ini bisa digunakan dalam keadaan terdesak atau kita memang ingin segera menurunkan rasio utang kita. Jika memungkinkan bayarlah seluruh pinjaman dari penjualan aset misalnya tanah, rumah atau barang elektronik yang tidak digunakan lagi. Jika penjualan aset hanya memungkinkan untuk membayar sebagian pinjaman, kita bisa kembali menempuh kiat nomor satu di atas.
- Menambah sumber pendapatan. Rasio utang akan semakin kecil, jika jumlah pendapatan kita juga meningkat. Lihat dan jajaki peluang-peluang usaha di sekitar kita, ubahlah hobi menjadi bisnis atau bekerja lebih baik lagi sehingga kita segera mendapat promosi di tempat kerja.
       Memang tidak menutup kemungkinan, pada sebagian orang rasio utangnya jauh di atas rasio ideal. Misalnya karena yang bersangkutan memiliki pinjaman usaha yang banyak atau memang yang bersangkutan memiliki pendapatan yang cukup besar. Tapi hal ini tidak akan menjadi masalah selama sisa pendapatannya bisa dikelola dengan baik. Sama seperti halnya kita biasa mendengar sebaiknya 10% dari pendapatan dialokasikan untuk tabungan. Tapi jika kebutuhan yang sedang kita rancang membutuhkan alokasi tabungan yang besar, misalnya kita sedang mempersiapkan umroh atau rencana rekreasi ke mancanegara bersama keluarga, tidak masalah jika kita mengebut untuk tabungan sampai rasionya 20% atau 30% selama sisa pendapatan bisa dikelola dengan baik. (PG)