Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketemu Bocah Pebisnis di Siang Bolong

7 Maret 2017   17:27 Diperbarui: 7 Maret 2017   17:52 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Om, satu dolar sekarang berapa rupiah, ya?"

Pertanyaan itu membuatku berhenti melangkah juga berhenti mengunyah burger sapi dalam kemasan. Bukan apa-apa, pertanyaan itu datang dari seorang bocah laki-laki yang kutaksir berusia 5-6 tahun.  Bocah lelaki itu berdiri di samping pagar belakang pertokoan, di atas trotoar tempatku biasa melintas usai mencari makan siang. Apalagi dia juga sedang memegang kalkulator gede seperti tokai distributor beras.

Makanya aku bertanya kembali untuk memastikan aku tak salah dengar. 

Memang tidak.

"Kok tanya ke saya sih, Nak? Lagian buat apa nanya begitu?"

Bocah itu meringis lucu.

"Kan Om kerja di toko elektronik. Pasti tahu dong perkembangan dolar. Saya lagi coba banting stir nih Om, jual beli dolar. Biasa pantau harga online, Om. Tapi paket data lagi kosong. “

Aku semakin mengernyitkan kening. Darimana bocah ini tahu kalau saya bekerja di toko komputer.  Cara ngomongnya juga terlalu canggih untuk bocah usianya. Dia lagi tidak mabuk, kan?

“Kamu tahu darimana tempat kerja saya, Nak?”

“Dulu saya sering ngikutin Om. Hanya Om tidak tahu saja. Tapi belakangan ini Om sudah jarang bawa uang tunai. Ya memang sudah zamannya juga sih sekarang, semua serba gesek.”

Perasaanku langsung tidak enak.  Apa bocah ini....

Apalagi kalau diperhatikan secara seksama kepalanya juga nyaris plontos. Hanya rambut-rambut halus hitam kemerahan yang membanjiri batok kepalanya. Sekonyong-konyong bulu kudukku merinding.

“Maaf, ya, Om selama ini sudah nyolong duitnya. Tapi gak banyak kok, sekali nyolong paling 50 ribu atau 100 ribu.”

Perasaanku semakin tidak enak. Selama ini memang aku merasa uang di dompet seringkali berkurang. Tapi pikirku dipakai belanja sesuatu, itu penyebabnya.

“Kamu… kamu tuyul ya, Nak?”

Bocah meringis lucu lagi, lalu mengangguk malu-malu.

“Maaf ya, Om. Sekarang sudah insaf kok. Ini mau bisnis yang halal, siapa tahu Om mau join?”

Tapi aku tidak tertarik menjawab tawaran bisnis itu. Langsung ambil langkah seribu, tidak peduli burger yang masih setengah dijatuhkan begitu saja.

Nasib… nasib. Siang bolong ketemu Tuyul insaf.

----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun