Memang tak lagi uang tunai di zaman ini. Aku nyaris kecewa berat.
Nyaris!
Ternyata di salah satu saku tas yang tadi lepas dari pengamatanku masih ada yang dicari. Aku segera menarik dua lembar uang seratus ribu meninggalkan kawanannya. Dalam waktu singkat aku segera melompat keluar, lalu berlarian di atas lantai.
Gadis mungil itu benar-benar kehilangan “kesadarannya”. Aku segera menjauh meninggalkan es krim yang menggoda itu. Sayang sebenarnya, tapi biarlah. Sudah dapat hasil lumayan ini.
***
Saat mengincar tas ibu-ibu elite yang lain, aku melihat gadis dan mamanya sedang berdiri di depan meja kasir. Gadis mungil masih tetap asyik mengutak-atik tablet, sedangkan sang mama terlihat mengaduk-aduk isi tas dengan panik. Sepertinya sudah beberapa menit di situ, karena seorang ABG dan dibelakangnya sepasang suami istri juga sudah antri untuk melakukan pembayaran.
“Duh, padahal kemarin baru tarik dari ATM. Rasanya belum dipakai belanja apa-apa deh!” keluh sang mama pada dirinya sendiri.
Tentu mbak kasir bisa mendengar perkataan itu dengan jelas. Maka dengan sopan dan berusaha mempertahankan kesabaran dia pun menawarkan cara yang lain,
“Kalau tidak ada uang tunai, kami terima kartu kredit atau debit kok, Bu.”
Tuh kan!
Tidak perlu heran pendapatan kami semakin lama semakin minim. Sekarang para kasir pun ogah terima duit dari pembeli. Padahal itu memang sudah tugasnya. Maunya yang praktis-praktis saja. Dasar!