Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ito dan Perahu Ikan

15 Februari 2017   16:12 Diperbarui: 16 Februari 2017   11:51 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali matahari membelah lautan dengan cahaya emasnya, perahu milik Ito bergerak menyusuri bibir dermaga kayu. Perahu bermesin tempel itu lalu bergabung dengan belasan perahu lainnya. Hampir setengah perahu-perahu mereka dipenuhi ikan segar baik hasil tangkapan sendiri maupun membeli dari tangan pertama, kapal-kapal kecil penangkap ikan.

Bau solar dan laut meresapi relung udara pagi.

Lalu penduduk kota mulai berdatangan. Pasar ikan seketika seketika menjadi ramai oleh suara tawar menawar. Adu urat leher dari penjaja ikan segar, baik yang masih setia di permukaan laut maupun sudah berpindah ke atas dermaga ditimpali suara pembeli.

Oleh karenanya Ito selalu tersisih. Dia menderita bisu sejak kecil, sehingga dengan pembeli harus memakai bahasa isyarat. Semua warga kota mengenalnya, tetapi tidak semua bersedia bertransaksi dengannya. Selain karena nelayan yang lain lebih gigih menggaet pembeli, warga sering kesulitan berpapasan bahasa dengannya. Saat Ito mengacungkan dua jarinya, bisa berarti harganya Rp20.000 atau menaikkan harga dua ribu.

Tapi Ito tetap setia dan tekun. Dia bahagia jika sudah mengantongi tiga atau empat lembar lima puluh ribuan. Sudah mencukupi kebutuhan sehari dan menabung untuk cicilan mesin tempel. Bahkan juga sudah bisa disisihkan untuk persiapan dana melamar Aisyah, kekasihnya.

Laut pagi ini mengajarkan bahwa uang tetap bersahabat bagi siapapun yang mau berusaha.

---

Catatan: artikel ini adalah fiksi hanya ditayangkan di rubrik Humaniora karena seperti rubrik Fiksiana sedang bermasalah. Saat normal kembali, rubrik postingan akan dipindahkan. Terima kasih

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun