Saya lalu menerima kado biru itu dengan kedua tangan. Agak berat tapi saya senang sekali.
"Terima kasih banyak, paman Sinterklas."
"Jadi anak yang pintar dan selalu berbakti pada orang tua, ya." lalu sebelum pergi bersama keretanya dia melambaikan tangan dan meneriakkan Selamat Natal.
Mestinya saya mengatakan ibu sudah berada di surga.
***
Ajaibnya, mimpi itu ternyata memiliki arti. Pagi tadi saat bangun saya terkejut karena sebuah sepeda berwarna biru metalik sudah ada di pinggir tempat tidur. Suara bapak terbatuk-batuk terdengar dari arah dapur. Ini pasti dari hadiah darinya. Saking senangnya, saya langsung turun dari tempat tidur tanpa berdoa lagi lalu menghampiri hadiah itu.
Ini hadiah impian. Bapak memang pernah berjanji akan memberi hadiah spesial kalau saya masih jadi juara kelas. Tapi tidak menyangka kalau diberi hadiah ini.
Suara batuk-batuk bapak terdengar lagi. Memang sudah beberapa hari ini bapak pulang larut malam. Bapak bekerja sebagai pengumpul sampah plastik dari pemulung, lalu menjualnya lagi pada pengumpul besar. Kalau sudah beberapa hari bekerja sampai malam, batuk-batuk bapak memang suka kambuh.
"Bagaimana hadiahnya? Bagus nggak?"
Tahu-tahu bapak sudah berada di pintu kamar. Saya lalu berlari dan memeluk bapak.
"Terima kasih banyak, Pa. Hadiahnya bagus sekali..."