Takut sentilan telunjuk Nany menyakitinya, bocah bernama Zaphael itu pun terdiam.
“Ayo, sekarang berikan satu permennya kepada Diablo. Setelah itu minta maaf. Dia sudah berbaik hati memberi, jangan malah dirampas habis-habisan. Ayo cepat!” Nany meninggikan suaranya.
Dengan gontai, Zaphael menghampiri bocah berkulit merah yang bernama Diablo itu, menyerahkan lolipop di tangan kirinya, lalu menyalaminya.
“Nah, begitu kan bagus,” puji Nany.
Gemerincing suara lonceng kereta kuda terdengar dari arah depan rumah. Dari suara dua lonceng yang berbeda, mestinya ada dua kereta. Tak lama kemudian, dua pria sais kereta masuk dan memberi salam dengan hormat. Seorang berkulit merah menyala dengan sepasang tanduk menjulang di kepalanya. Yang satu lagu berkulit halus bercahaya dengan sepasang sayap dan lingkaran nimbus di kepalanya.
Nany membalas sapaan mereka dengan sopan lalu mengajak kedua bocah di depannya untuk bersiap-siap.
“Nah, jemputan kalian sudah datang. Ayo berkemas, pastikan tidak ada yang tertinggal.”
Tak lama kemudian, kedua kereta itu pun meninggalkan rumah Nany. Kereta yang menuju ke surga membawa Zaphael, sementara Diablo ikut di dalam kereta yang mengarahkan perjalanan ke neraka.
Nany memandang kepergian mereka sambil menggelengkan kepala.
“Rumah memang bisa mengubah segalanya,” ucapnya pada diri sendiri.
---