Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencoba Menalar Penggandaan Uang

4 Oktober 2016   18:12 Diperbarui: 4 Oktober 2016   18:42 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih tentang kehebohan penggandaan uang di padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Saya pikir harus ikut juga menulis tentang topik ini, mumpung lagi trending. Tapi tulisan ini bukan akan menyorot tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.

Kita fokus ke core business-nya saja alias duit alias uang yang uang bikin ribut se-Indonesia Raya. Uang memang selalu mengalir mencari jalannya sendiri. Tetapi sedih juga (dan nyaris gigit panci) begitu tahu ada korban yang setor sampai 200 miliar Rupiah sebagai “mahar” dalam pesta penggadaan uang ini. 200 miliar loh, ini bukan uang sedikit. Kalau dijejer-jejer angkanya sampai 12 digit. Punya uang dalam rekening delapan digit saja, sudah senang bukan kepalang.

Hitung-hitungan kasar, kalau dana tersebut ditempatkan di instrumen deposito dengan bunga 5% p.a saja korban sudah bisa memperolah manfaat sampai sekitar Rp830-an juta per bulan. Pendapatan pasif tersebut diperoleh tanpa perlu kerja, cukup ongkang-ongkang kaki saja. Saya yakin jumlah tersebut sudah sangat memadai, bahkan untuk seorang pesohor atau public figur yang punya gaya hidup di atas rata-rata masyarakat biasa.

Bagi orang pandai yang punya niat buruk mengeruk pundi-pundi masyarakat, jualan “kekayaan instan” memang masih jadi jualan yang laris manis di negeri ini. Packaging-nya bisa macam-macam, mulai dari money game, investasi (bodong) sampai pada hal-hal berbau klenik seperti yang terjadi baru-baru ini. Sekalipun gonta-ganti packaging, peminatnya selalu saja tumpah ruah.

Untuk money game atau invenstasi, mungkin masih bisa “sedikit” diterima oleh pemikiran karena ada sistem keuangan yang dijalankan. Pada sistem keuangan seperti ini, kegagalan yang bisa membuat uang masyarakat raib biasa terjadi pada titik tertentu akibat tidak ada manajemen resiko yang baik apalagi ditambah dengan niat jahat dari otak pengumpul dananya.

Tapi penggandaan uang melalui hal-hal berbau mistis, ini kurang rasional. Oke-lah, belakangan  frase “penggandaan uang” ini diluruskan. Bukan penggandaan tapi pengadaan. Tapi merunut kepada fakta-fakta yang ada, tetap saja ada kejanggalan-kejanggalan yang bisa dihubungkan satu sama lain.

Mari mencoba menalar hocus focus uang ini. Berbicara uang, di negara kita hanya satu institusi yang punya wewenang menerbitkan uang sebagai alat pembayaran yang sah yaitu Bank Indonesia. Penerbitan uang ini pun sangat terkait dengan aspek-aspek moneter dan fiskal, belum lagi bicara fisik setiap uang, seperti pembubuhan watermark, pemberian nomer seri dan lain-lain.

Segala proses lain di luar itu sudah pasti menghasilkan uang yang tidak sah. Kalau Taat Pribadi diklaim bisa mengadakan uang,  bagaimana dengan keabsahan uang tersebut? Dengan menerbitkan uang sendiri, Taat Pribadi sudah melangkahi wewenang Bank Indonesia sehingga sudah pasti uang sebagai alat pembayaran yang dikeluarkannya tidak sah. Bukankah ini sama saja dengan uang yang dikeluarkan sindikat pembuat uang aspal?

Nah, kalaupun pihak Dimas Kanjeng Taat Pribadi ngotot kalau uang itu asli, seperti penyampaian Ketua Yayasan ibu Marwah Daud, justru muncul kejanggalan baru lagi. Yang bisa menerbitkan uang kan hanya Bank Indonesia, kalau uangnya asli berarti asalnya dari Bank Indonesia dong. Hanya ada dua kemungkinan sumber uang yang muncul di padepokan yaitu: pertama, uang pendaftaran para santri-lah yang beredar dan kedua, ini yang mungkin melibatkan klenik, Taat Pribadi punya ilmu memindahkan uang. Jadi uang yang “dimunculkan” di padepokan adalah uang yang “dihilangkan” dari tempat lain.

Saya pikir hanya itu argumen-argumen spontan yang bisa diterima akal sehat. Bisa saja argumen tersebut terpatahkan dengan statement uang tersebut asli dan bukan hasil menipu para santri atau hasil nyolong. Tapi itu artinya hanya ada kemungkinan terakhir yaitu uang tersebut memang adalah “kiriman” dari Tuhan yang Maha Kuasa.

Hanya apa iya, di Surga ada divisi khusus yang mengurusi nomer seri uang. Kesannya jadi duniawi banget. (PG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun