Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laut dan Penantian

1 Oktober 2016   16:20 Diperbarui: 1 Oktober 2016   16:25 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan kembali mengguyur pasir dan laut. Dari depan pondok beratap rumbia yang biasa digunakan untuk menjemur pukat, Is melambai-lambaikan tangannya ke arah laut. Rambut kemerahannya mulai basah oleh tetesan hujan, tetapi dia tidak peduli. Dia berharap Asrul, suaminya, melihat isyaratnya dan segera pulang karena sepertinya badai akan datang.

Berlomba dengan hujan dan dentuman guntur, penduduk kampung buru-buru memasukkan jemuran ikan asin mereka. Yang lain memanggil Is pulang, tetapi dia tetap tidak peduli.

Seorang ibu tua dengan wajah basah oleh hujan dan air mata tergopoh-gopoh menghampiri Is lalu setengah memaksa menarik Is segera kembali ke perkampungan.

“Tunggu Asrul, Mak!” seru Is.

“Hujan, Nak. Ayo lekas pulang…”

Is menurut ibunya. Tubuh mereka kini basah kuyup. Sesekali Is mencoba berbalik, tapi ibu Is memaksanya untuk terus berjalan.

Gelombang laut mulai menggelegak. Langit menghitam siap menghantarkan badai ke perkampungan nelayan di pesisir barat Jawa itu. Tak nampak sedikitpun tanda-tanda perahu Asrul di antara gelombang.

Memang. Sebenarnya Asrul tak pernah kembali lagi sejak melaut bersama beberapa penduduk kampung dua tahun lalu. Diperkirakan perahu mereka digulung gelombang akibat badai dahsyat saat itu.

Padahal dia dan Is belum lama melangsungkan perkawinan mereka. Is benar-benar terpukul, dan terus berharap Asrul akan pulang tiap kali hujan mengguyur perkampungan mereka.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun