Pemerintah.Sebagai regulator, pemerintah juga memiliki tanggungjawab untuk membuat dunia maya  di tanah air menjadi tempat kondusif untuk toleransi antar umat beragama. Pemerintah mesti menjadi polisi lalu lintas informasi yang berseliweran di dunia maya. Tidak perlu sungkan-sungkan membreidel website dan akun yang menebar virus intoleransi atau radikalisme. Kemudian laporan dari masyarakat terhadap website atau perorangan yang menyebarkan bibit-bibit intoleransi juga harus ditanggapi dengan serius.
Membangun forum kerukunan antar umat beragama di dunia maya sepertinya tidak akan berjalan semulus di dunia nyata. Malah segala sesuatu yang diembel-embeli agama selalu menjadi sasaran empuk netizen yang doyan berpolemik dan membuat keributan. Lebih baik membuat forum yang tidak dilabeli agama tetapi dikondisikan untuk menerima siapapun yang ingin bergabung, apapun agamanya. Saat ini sudah banyak komunitas yang berkiprah di dunia nyata yang diawali dengan kumpul-kumpul di dunia maya. Anggota-anggota komunitas saat berkumpul tidak lagi mempersoalkan latar belakang agama, melainkan larut dalam kebersamaan berdasarkan hobi atau kepentingan mereka.
Kita bisa berkaca dari Kompasiana yang dahulu pernah membuat kanal khusus untuk menampung tulisan-tulisan tentang agama. Tapi kanal tersebut kemudian ditiadakan admin karena artikel yang ditayangkan lebih sering jadi tempat gontok-gontokan para kompasianer.
Sebaliknya, di Kompasiana saat ini cukup banyak komunitas penulis yang dibentuk berdasarkan kesamaan ketertarikan atau tempat tinggal. Tentu agama anggota komunitas tidak semuanya sama. Tapi komunitas tersebut bisa jadi tempat yang hangat untuk membangun kebersamaan. Di antara komunitas tersebut contohnya ada Rumpies The Club dan Fiksiana Community, komunitas penulis fiksi yang selama ini cukup meramaikan kanal fiksi Kompasiana. KomunitasFiksiana Community malah sudah sukses melangsungkan kopi darat untuk melengkapi pertemuan anggota-anggotanya di sosial media.
Saat berkomunitas anggota-anggotanya sebenarnya sudah berhasil membangun sebuah toleransi tanpa perlu settingan yang ribet. Bukankah tujuan akhir toleransi adalah kebersamaan dan terciptanya keharmonisan dalam masyarakat kita? Ini dapat menjadi model membangun toleransi di era sosial media saat ini. (PG)
---
Sosial Media Penulis:
twitter: @picalg
facebook: Pical Efron
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H