Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Membangun Toleransi di Era Sosial Media

14 September 2016   14:26 Diperbarui: 14 September 2016   20:22 1751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dialog mengenai kaidah-kaidah agama, dalil dan hal-hal konseptual lainnya lebih cocok digunakan pada kalangan pemimpin-pemimpin agama. Diasumsikan mereka telah memiliki kedewasaan berpikir tentang agama dan keimanan, jadi pada saat-saat terjadi perbedaan (dan memang akan selalu ada perbedaan antar agama) dialog tidak menjadi kaku melainkan jadi semakin berwarna dan semakin menyingkap keindahan jalan-jalan yang dipilih manusia untuk sampai pada Sang Khalik. Model ini dapat kita lihat pada forum-forum diskusi, sarasehan atau semintar lintas agama.

Sedangkan pada tingkat grass root, dialog seperti itu justru dapat memperuncing perbedaan pendapat dan menimbulkan kesan konfrontasi. Oleh karena itu dialog di tengah-tengah masyarakat lebih tepat dilakukan dengan cara yang bersifat karitatif, gotong royong dan bersentuhan langsung dengan keseharian mereka. Misalnya saling menjaga jika ada masyarakat pemeluk agama lain yang sedang beribadah, bekerja sama membersihkan lingkungan kampung, silahturahmi dengan pemeluk agama lain pada saat hari raya keagamaan dan lain-lain.

Contoh lain, pada pesta di kalangan masyarakat Toraja yang sebagian besar beragama Katolik maupun Kristen, hidangan dari daging babi adalah santapan yang selalu disajikan. Namun pada saat pesta berlangsung, mereka juga tetap menyediakan makanan dengan lauk ikan maupun ayam untuk tamu-tamu yang beragama Islam.

Contoh berikutnya, lihatlah keharmonisan gereja Katedral dan Masjid Istiqlal Jakarta. Kedua tempat ibadah besar ini bisa jadi saksi dinamika hidup bergandengan antar dua agama yang berbeda. Saat perayaan Jumat Agung dan Paskah misalnya, pengurus mesjid mempersilahkan umat yang hendak mengikuti Misa untuk memarkir kendaraannya di halaman masjid, karena saat itu memang volume umat lebih besar dari biasanya. Begitu pula sebaliknya, saat perayaan Idul Fitri, halaman gereja Katedral dibuka untuk parkir jemaah yang akan melangsungkan sholat Idul Fitri di Masjid Istiqlal.

Inilah contoh-contoh panorama dialog antar umat beragama pada tataran akar rumput.

Toleransi di Dunia Maya

Kita bisa belajar mengembangkan semangat toleransi yang sama pada dunia maya. Karakteristik dunia maya yang kemudian menjadi tantangan bagi kita adalah sifatnya yang terbuka nyaris tanpa sekat ruang dan waktu. Peluang setiap orang untuk memberi, meneruskan, menerima dan menanggapi informasi sama besarnya. Dengan demikian ruang untuk “dialog” terbuka sangat lebar dan peluang dialog berjalan konstruktif maupun destruktif juga sama besarnya. Hanya saja seperti yang sudah saya sampaikan di atas, topik terkait agama di dunia maya cenderung berkembang menjadi pembicaraan yang destruktif.

Oleh karena itu salah satu strategi membangun toleransi pada dunia maya adalah dengan meminimalkan peluang hadirnya informasi yang dapat menimbulkan sikap intoleransi.

Dalam hal ini, ada tiga pihak yang memiliki peranan paling penting yaitu masyarakat, pemilik portal dan pemerintah sebagai regulator.

Masyarakat. Diharapkan masyarakat lebih arif dalam menyikapi pemberitaan-pemberitaan di media sosial. Tidak semua informasi yang berseliweran itu akurat dan valid, apalagi jika sudah ditumpangi oleh pihak-pihak yang memang ingin mengacaubalaukan kerukunan beragama di tanah air. Jangan mudah terprovokasi oleh hasutan-hasutan yang menjurus kepada anarkisme. Artikel-artikel yang semakin memperdalam khazanah keagamaan sudah tepat untuk kita santap, tetap katakan tidak untuk artikel-artikel yang cenderung merendahkan agama lain.

Pemilik Portal.Kearifan yang sama juga diharapkan dari para pemilik portal baik yang menayangkan berita/artikel langsung sebagai pihak pertama maupun yang mewadahi tulisan pihak lain. Content berisi hal-hal yang dapat merusak toleransi antar umat beragama sebaiknya jangan ditayangkan. Berhati-hatilah memasang judul artikel. Memang judul sangat mempengaruhi pageview, tapi masih banyak masyarakat yang menafsirkan sebuah berita atau artikel hanya dari judulnya saja. Kemudian moderasi komentar harus dijaga untuk meminimalkan debat kusir yang bisa menjurus pada sikap intoleran. Memang tidak mudah, tetapi penyedia content harus memiliki mekanisme guna mencegah pembaca-pembaca yang kurang bertanggungjawab memanfaatkan artikel tersebut untuk menyebar permusuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun