Tahukah kamu?
aku merindukanmu sejak sinar terakhirmu berlabuh di tepi cakrawala biru.
Aku menunggu.
.
Bahkan parade bintang-bintang yang melenggang
tak akan mampu mengusir rindu hati yang meregang
berapa lamakah lagi harus menunggumu pulang?
.
Malam telah menguapkan mimpi dan atma dari raga ke langit
kehidupan berhenti sejenak meracik manis dan pahit
tapi rindu ini semakin membuncah dan menggigit.
.
Aku nyaris mati sesak di telaga penantian.
Dirimu, hanya dirimu dalam datangmu
yang bisa memuaskan kerinduan.
.
Kendati cinta itu selalu membuat hati terbakar dan tubuh melebur
tetap saja rasa rindu
mampu memanggilku kepada kehidupan yang baru.
.
Kendati siang itu selalu memaksamu meninggalkanku
tetap saja rasa rindu
mampu menegarkanku.
.
Ah, kamu telah belajar mendengarkanku.
Saat bintang-bintang meninggalkan pentas kelabu
mimpi dan atma kembali dari langit kepada raga
dan kehidupan bergeliat
sinarmu berlayar dari tepi cakrawala biru.
Kamu datang, matahariku
kamu datang penghapus rinduku.
.
Kita pun bersua walau hanya sekejab saja
lebih singkat dari kedipan mata.
Tapi aku bahagia.
.
Lebur…
leburkanlah diriku dalam cinta dan penantian.
hantarlah diriku kepada keabadian
.
Aku akan menunggang rindu yang sama
menuju kepada kehidupanku yang baru.
.
Jagalah dirimu, penghapus rinduku.
.
Salam rindu dariku
embun pagi yang tidak pernah sama lagi.
---
kota daeng, 8 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H