Cerita sebelumnya:Â [Basalto Terakhir] Penyihir Misterius
---
Pasar Zoram adalah pasar rakyat terbesar se-Gopalagos yang menghampar di pesisir kota dengan nama yang sama, kota terbesar di kerajaan Zatyr. Pasar ini tidak pernah sepi, kecuali pada hari-hari besar untuk menghormati dewa-dewa tertentu.
Bahkan pada senja menjelang malam seperti ini, pembeli masih saja berdatangan dan penjual masih masih betah menjajakan dagangannya. Rupa-rupa dagangan bisa kita temukan dengan mudah di pasar ini, mulai dari hasil pertanian, ikan dan daging segar maupun yang diasapkan, perhiasan, pernak-pernik, pakaian, senjata sampai bahan-bahan untuk membuat ramuan sihir, seperti sisik naga dan empedu Er.
Dari rupa-rupa dagangan yang digelar, mudah ditebak jika penjual dan pembelinya bukan hanya dari manusia non-sihir saja. Banyak penyihir yang juga mencari hidup dari keramaian pasar ini. Interaksi antara kaum sihir dan non-sihir ini sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, dan selama ini tidak pernah terjadi masalah dengan kebersamaan itu.Â
Mari kita melewati lorong-lorong yang sesak dan sesekali becek menuju ke bagian belakang pasar, tempat tenda-tenda berisi penjual kudapan berdiri.
Lebih ke belakang lagi, ada sebuah tenda berukuran sedang kecil berisi bocah-bocah yang menonton pertunjukan sulap kelas pinggiran jalan.
Sang pesulap yang sudah dimakan usia memakai jubah hitam butut dengan topi lancip berbau apek. Jubah lebarnya begitu kontras dengan tubuhnya yang ceking dan jemari yang kurus seperti ranting meranggas. Pesulap itu tak lain adalah penyihir yang sudah bertahun-tahun mencari nafkah dengan pertunjukkan sihir yang dikemas menjadi sulap.
Namun para orang tua senang. Karena mereka suka menitip anak-anak mereka di situ selagi mereka berbelanja sepuasnya lalu pada saat kembali mereka cukup membayar dengan beberapa Durha saja. Durha adalah mata uang yang lazim digunakan di kerajaan Zatyr dan beberapa kerajaan sekitar.
Sebentar lagi pertunjukan akan ditutup, sehingga sang pesulap sampai pada pertunjukan pamungkasnya. Sebelum itu dia mengeluarkan beberapa ekor kelinci dari dalam topi lancipnya dan membuat mulut belasan anak yang duduk beralas karpet kumal membulat seperti mata ayam.
Beberapa orang dewasa, orang tua anak-anak itu, mulai memasuki tenda satu demi satu karena mengetahui kalau pertunjukan dan tenda pesulap akan segera ditutup. Tenda jadi semakin sesak dan panas. Â Asisten pesulap, seorang remaja berambut kuning barisan jerawat sebesar butiran jagung di pinggir-pinggir pipinya juga sudah bersiap-siap dengan kotak uang di dekat orang-orang dewasa itu.