“Nah, anak-anak bersiap-siaplah untuk pertunjukan terakhir yang… menegangkan!” pesulap itu mencoba membuat suasana jadi mencekam, namun malah jadi terdengar lucu karena suaranya yang serak seperti gagak sekarat.
“Mm… untuk pertunjukan ini aku butuh seorang relawan, orang dewasa dari penonton. Ada yang bersedia?”
Suasana mendadak hening. Anak-anak berbalik ke belakang mereka untuk mengamati siapa kira-kira orang dewasa yang terpilih.
Saat itu di antara penonton ada seorang pria kekar dan memakai baju kulit yang memamerkan otot lengannya. Pria itu berkepala plontos dengan kumis dan janggut dipangkas tipis, berdiri di sisi kanan barisan orang dewasa.
“Bagaimana dengan anda, Tuan?”
Pesulap menunjuk pria kekar itu.
“Dari pantulan cahaya pelita aku bisa melihat ketulusan hati anda. Anda bisa jadi orang yang tepat untuk sulap ini. Kemarilah, Tuan.”
Pria itu pun melangkah maju dengan mantap.
Sesampainya di samping pesulap dia ditugaskan memegang dengan kedua tangannya sebuah pot tanah liat berisi air. Pesulap itu lalu berbisik,
“Anda tidak perlu takut, Tuan. Percaya saja padaku, tidak akan terjadi apa-apa pada anda.”
Pria berkepala plontos mengangguk.