“Sipp…”
Saya bahagia, Tisa merespon dengan baik ajakan ini. Tapi kok detak jantung ini mulai tidak beraturan ya? Saya pun mencoba menetralkan debaran jantung dengan menumbuk kacang lebih bersemangat. Sudah setengahnya ditumbuk halus. Tinggal setengah lagi.
Happ…! Sebutir kacang kembali masuk ke dalam mulut. Kelihatannya Tisa tidak berhasil menangkap basah kali ini. Mata beningnya tetap menatap potongan-potongan kangkung dengan serius.
Setelah seluruh urusan potong-memotong sayur selesai. Tisa menyalakan kompor yang satu lagi. Dengan cekatan dia mencuci kuali yang tadi dipakai menyangrai kacang. Kuali itu akan digunakan untuk memasak sayur mayur.
Tepat pada saat itu Febri kembali ke dapur.
“Kamu yang buat sambal ya, Feb. Kan kamu paling jago tuh urusan sambal menyambal.”
Febri mengiyakan.
Kuali dinaikkan ke atas kompor. Tisa pun memasukkan air lalu menunggu air mendidih sebelum memasukkan sayuran ke dalamnya.
Urusan kacang selesai. Saat itu air dalam panci pada tungku yang satu lagi sudah mendidih. Febri pun meminta saya untuk membantunya menuang air dalam panci ke atas rendaman sagu dalam baskom yang sudah dia siapkan di lantai. Biar prosesnya lebih mudah.
“Ini bagian yang paling penting, Do. Kalau airnya kedikitan, bola-bola sagunya bisa jadi terlalu keras. Tapi kalau airnya kebanyakan jadinya terlalu lembek. Jadi tuang airnya sedikit demi sedikit ya. Langsung berhenti kalau saya bilang stop.”
“Siap!”