Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sharing Economy ala Koperasi

25 Mei 2016   17:54 Diperbarui: 12 Juli 2016   12:31 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Sabtu yang lalu (21/5) saya berkesempatan mengikuti langsung seminar yang dibawakan oleh Prof. Rhenald Kasali, setelah selama ini hanya mengikuti tulisan-tulisan serta membeli buku yang ditulis beliau. Seminar yang bertema “Sharing Economy Dalam Peradaban Baru” ini diselenggarakan oleh PUKAT (Profesional dan Usahawan Katolik) Keuskupan Agung Makassar.

Pemaparan materi oleh Prof. Rhenald yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam tersebut benar-benar menambah wawasan baru mengenai konsep sharing economy, kendati sebagian dari materi seminar dapat juga ditemukan pada artikel beliau di kompas.com dan buku Self-Driving yang ditulisnya. Prof. Rhenald mengupas secara mendalam konsep sharing economydalam kehidupan kita belakangan ini. Dimulai dari bagaimana generasi C (baca: generasi si) pasca badai moneter 2008 lalu menginisiasi sharing economy ini sampai bagaimana bisnis startup bisa tiba-tiba merajai pasar dan membuat pemain lama ketar-ketir.

Tapi saya tidak akan membahas panjang lebar materi seminar itu, melainkan mencoba menghubungkannya dengan fenomena gerakan perkoperasian di tanah air kita.

Aktivitas sharing alias berbagi sebenarnya sangat dekat dengan kebudayaan kita. Lihat saja, setiap daerah pasti punya kebiasaan dan aktivitas gotong royong. Namanya bisa bermacam-macam, seperti Subak di Bali, Gugur Gunung di Jogja, Siadapari pada masyarakat Batak dan lain-lain. Namun intinya melalui kegiatan sharing ini, komunitas bekerja sama untuk menyelesaikan beban atau masalah salah satu anggota komunitasnya.

Jika aktivitas sharing mulai melibatkan perputaran uang melalui aktivitas ekonomi antara pelaku-pelakunya maka lahirlah sharing economy

Konsep sharing economy dalam perekonomian terkini tidak bisa dipisahkan dari lima hal lainnya yaitu Sharing Resources, Business Model, Disruption,Big Data Analyst dan Cracking Costs. Pemahaman dan aplikasi 5 in 1 ini bisa jadi senjata ampuh bagi siapapun yang hendak berbisnis dengan konsep sharing economy.

Masing-masing komponen dalam 5 in 1 tersebut punya penjelasan masing-masing namun kita akan memilih dua komponen saja yang paling dekat dengan koperasi yaitu sharing resources dan business model.

Sharing resources atau berbagi sumber daya adalah salah satu kiat untuk mengakali biaya perolehan yang mahal. Pada tulisannya di kolom ekonomi kompas.com, Prof. Rhenald memberi contoh salah satu aplikasi yang menggunakan prinsip sharing resources untuk mempertemukan penyewa dan pemilik peralatan tertentu. Seperti misalnya bor listrik (power drill). Produsen pada umumnya membuat power drill dengan jaminan seumur hidup (lifetime warranty) makanya dibanderol dengan harga yang mahal.

Padahal peralatan ini hanya digunakan sesekali dengan jangka waktu pemakaian beberapa menit saja.

Muncullah ide untuk menyewakan power drill kepada mereka yang membutuhkannya. Biaya sewa yang dikenakan berkali-kali lipat lebih murah dibanding membeli baru. Penyewa dan pemilik pun mendapat benefit dari kegiatan sharing ini.

Jadi ada aktivitas sharing dan juga ada aktivitas ekonominya.

Sharing Resource

Dalam koperasi, sharing resources ini paling nampak pada kegiatan mengumpulkan modal bersama yang kemudian digunakan untuk membangun kesejahteraan bersama pula. Modal menjadi sumber daya berikutnya setelah kumpulan manusia.  

Mekanisme pengumpulan modal melalui simpanan pokok, simpanan wajib dan sukarela diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta aturan-aturan turunannya yang disepakati bersama oleh seluruh anggota koperasi. Aturan-aturan ini juga meliputi proses berikutnya yaitu penggunaan dana bersama tersebut dalam bentuk pinjaman maupun usaha koperasi lainnya.

Karena modal yang digunakan untuk menggerakkan koperasi adalah modal bersama, maka setiap anggota memiliki andil dalam koperasi tersebut. Sebagai pemilik koperasi anggota harus berpikir dan bertindak untuk memajukan koperasinya.

Untuk mengembangkan modal yang ada, anggota dapat menambahkan modal melalui tabungan atau mengambil kredit dari koperasi kemudian mengembalikan pokok pinjaman plus membayar bunga pinjaman yang dibebankan.

Keuntungan dari usaha koperasi pun akan dinikmati oleh anggota sesuai dengan andil atau modal yang dimilikinya. Sehingga sharing economy untuk meningkatkan kesejahteraan bersama benar-benar terwujud dalam koperasi.

Jadi dalam koperasi, anggota memiliki dua peran yaitu sebagai pemilik (owner) dan pengguna jasa (customer) koperasi.

Oleh karena itu, sharing resources dalam koperasi harus dilandasi oleh semangat cooperative (kerja sama) dan nilai-nilai solidaritas.  Anggota mesti berpartisipasi aktif memainkan dua peranan tersebut untuk menjaga agar tata kelola dan usaha koperasi tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Business Model

Jika kembali kepada konsep 5 in 1 di atas, maka bisa dikatakan partisipasi aktif anggota dalam semangat cooperative inilah yang menjadi business model sebuah koperasi. Sejarah sudah membuktikan bahwa lembaga yang menamakan dirinya koperasi namun tidak mempraktekkan business model sejati sebuah koperasi pasti tidak akan bertahan lama.

Banyak koperasi yang mengabaikan semangat cooperative sehingga jauh dari praktek sharing economy. Ini sering terjadi pada koperasi-koperasi yang dibentuk oleh satu dua pemodal saja, sehingga mereka menggunakan semangat owning economy yang berseberangan dengan sharing economy.

Koperasi yang tidak menghayati business model sejatinya juga bisa terlihat dari tingkat partisipasi anggota yang minim. Anggota kurang memahami perannya sebagai pemilik dan pengguna jasa sehingga cenderung pasif. Ini bisa menjadi celah bagi pengurus yang berniat menyelewengkan keuangan koperasi.

Ada juga pengurus koperasi yang hanya menunggu gelontoran dana dari pihak ketiga saja ketimbang berusaha berpikir strategis untuk menggerakkan partisipasi anggota.

Banyak lagi penyebab-penyebab lain jatuhnya sebuah koperasi (baca juga: Agar Koperasi Kredit Tidak Jadi Almarhum), namun resiko paling besar berawal dari tidak dipraktekkannya semangat cooperative dalam sebuah koperasi.

Kesimpulan

Jadi kesimpulannya, setiap entitas usaha pasti punya business model yang akan membedakannya dengan entitas lain bahkan juga yang bergerak pada bidang usaha yang sama. Dalam sharing economy, business model menjadi begitu penting karena sangat menentukan bagaimana aktivitas sharing ini dapat memberikan benefit yang sesuai bagi penyedia produk maupun bagi pelanggannya.

Koperasi sendiri merupakan sebuah entitas yang dilandasi oleh semangat cooperative. Dan jika merujuk kepada konsep sharing economy itu sendiri, semangat inilah yang seharusnya menjadi business model sebuah koperasi. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun