Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

[Basalto Terakhir] Badai Petir

25 Mei 2016   15:46 Diperbarui: 25 Mei 2016   15:52 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya: [Basalto Terakhir] Tawaran yang Tertunda

------

Raja Dursoil pun melangkah ke tepi jendela. Daun jendela terbuka lebar sehingga, beberapa rintik air yang dibawa angin membasahi beberapa bagian jendela itu. Dia mengedarkan pandangannya, berusaha menjangkau seluruh areal kebun anggur yang beberapa lama lagi siap dipanen itu.

“Para pekerja mengatakan hasil panen kali lebih banyak. Cuaca sedang bagus beberapa waktu ini,” ucap raja Dursoil lagi.

Dua atau tiga kali suara guntur kembali memenuhi langit. Kilatan petir yang turun dari langit juga semakin sering menghujam bumi.

Mula-mula tiang-tiang petir hanya menyapa areal perkebunan sesekali. Namun tak lama kemudian, petir-petir itu menghantam lebih sering, seiring suara guruh yang menggelegar berbalas-balasan. Lalu semakin lama fenomena badai petir itu semakin tidak wajar.

Hujan lebat yang menjadikan langit dan bumi begitu gelap, kontras dengan tirai-tirai petir yang terang benderang. Tirai-tirai petir itu tiba-tiba menghujam deras dari langit seperti gelombang kereta perang yang berjalan dari ujung areal perkebunan yang satu ke ujung yang lain.

Raja Dursoil dan prajurit-prajurit serta pekerja kebun anggur menatap semua itu dari dalam rumah dengan ekspresi heran bercampur ketakutan. Barisan petir itu kini malah berbelok ke arah deretan rumah.

“Hati-hati, Raja!” seru seorang prajurit begitu melihat cahaya menyilaukan mulai menghantam sisi rumah. Bersamaan dengan itu, salah satu tiang petir menghantam bingkai jendela dengan keras. Raja Dursoil sampai terpelanting ke belakang karena terkejut. Prajurit-prajurit yang berjaga segera memapahnya dan membantunya berdiri.

Suara guntur dan kilatan petir mulai mereda, menyisakan suara deras hujan bercampur angin. Raja Dursoil dibantu prajuritnya bangun tertatih-tatih. Ketakutan mereka bertambah saat memandang jendela yang menghitam hangus. Daun penutup jendela terlepas dari bingkainya. Masih tersisa asap tipis yang mengedarkan aroma kayu terbakar.

“Lihat ke arah kebun!” Terdengar seruan salah satu pekerja dari arah rumah yang lain.

Mereka semua serempak memandang ke arah areal perkebunan dan… kembali terkejut memandang yang disisakan badai petir barusan.

Sejauh mata memandang, areal kebun telah berubah menjadi lautan tanaman anggur yang hangus menghitam. Di beberapa titik masih nampak asap putih mengepul, akibat reaksi dari panas petir dan dinginnya guyuran hujan. Sepertinya badai petir yang baru saja terjadi telah membumihanguskan seluruh areal perkebunan.

“Oh, Dewa!”

“Ya ampun!”

“Aku baru sekali melihat pemandangan seperti ini.”

“Masih adakah yang tersisa?”

“Badai petir barusan begitu mengerikan!”

Para prajurit dan pekerja kebun yang menjadi saksi peristiwa itu mengeluarkan seruan-seruan heran dan putus asa.

Bibir raja Dursoil bergetar menahan kecamuk perasaan marah, takut dan benci di dalam hatinya. Dia lalu berteriak memanggil juru tulisnya.

 “Hamba, Yang Mulia.“ Dalam sekejab Saigus sudah berada di sampingnya.”…siap menerima titah.”

“Siapkan surat untuk raja Basalto segera. Katakan aku menerima tawarannya…. 5.000 Raphao. Bawa surat itu secepatnya ke istana Basalto setelah hujan reda. Aku tidak ikut. Aku akan pulang kembali ke kerajaan bersama kepala prajurit, prajurit yang lain bawa serta bersamamu.” Raja Dursoil memberi perintah dengan suara yang bergetar.

“Siap, Yang Mulia.”

Sementara itu, hujan yang sama masih mengguyur istana Basalto. Tapi tidak ada badai petir yang terjadi di situ. Semuanya terlihat baik-baik saja. Ah, tidak juga.

Basalto berdiri basah kuyup di atas bubungan menara istananya. Kedua tangannya yang terangkat mengeluarkan kepulan asap tipis putih dan wajahnya bersemu merah. Masih terasa endapan energi sihir yang besar di sekitarnya. Sepertinya dia baru saja menyelesaikan ajian sihir yang membutuhkan energi  maha besar.

Senyum kecil tergambar di sudut bibirnya.

-----

(bersambung)

pertama kali ditayangkan di blog planet-fiksi.blogspot.com dalam rangka event

#Tantangan100HariMenulisNovelFC

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun