Mereka semua serempak memandang ke arah areal perkebunan dan… kembali terkejut memandang yang disisakan badai petir barusan.
Sejauh mata memandang, areal kebun telah berubah menjadi lautan tanaman anggur yang hangus menghitam. Di beberapa titik masih nampak asap putih mengepul, akibat reaksi dari panas petir dan dinginnya guyuran hujan. Sepertinya badai petir yang baru saja terjadi telah membumihanguskan seluruh areal perkebunan.
“Oh, Dewa!”
“Ya ampun!”
“Aku baru sekali melihat pemandangan seperti ini.”
“Masih adakah yang tersisa?”
“Badai petir barusan begitu mengerikan!”
Para prajurit dan pekerja kebun yang menjadi saksi peristiwa itu mengeluarkan seruan-seruan heran dan putus asa.
Bibir raja Dursoil bergetar menahan kecamuk perasaan marah, takut dan benci di dalam hatinya. Dia lalu berteriak memanggil juru tulisnya.
“Hamba, Yang Mulia.“ Dalam sekejab Saigus sudah berada di sampingnya.”…siap menerima titah.”
“Siapkan surat untuk raja Basalto segera. Katakan aku menerima tawarannya…. 5.000 Raphao. Bawa surat itu secepatnya ke istana Basalto setelah hujan reda. Aku tidak ikut. Aku akan pulang kembali ke kerajaan bersama kepala prajurit, prajurit yang lain bawa serta bersamamu.” Raja Dursoil memberi perintah dengan suara yang bergetar.