Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surabaya, 19 September 1945

13 Mei 2016   13:18 Diperbarui: 13 Mei 2016   13:34 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 “Mengapa bendera Belanda bisa berkibar di sana?” tanyaku.

“Sepertinya mereka menyusup di antara delegasi sekutu yang datang untuk menyelesaikan urusan perang dengan Jepang di sini.”   

“Tapi kita harus bertindak, bukan?”

“Ya. Residen Soedirman saat ini sedang berunding dengan orang-orang Belanda di dalam sana.”

“Berunding? Bukankah jelas-jelas mereka ingin kembali berkuasa?”

“Aku juga geram dibuatnya, Nak. Tetapi kita bangsa yang bermartabat. Diplomasi juga adalah salah satu senjata dalam perang, bukan? Kita tetap punya pilihan senjata-senjata lain yang akan digunakan bila saatnya tiba.”

Aku terdiam membenarkan perkataan bapak ini.

“Perbincangan ini membuat aku kembali bersemangat. Sayangnya beberapa tahun lalu, terjangan peluru membuat salah satu kakiku harus diamputasi. Ayo, Nak. Bantu aku berjalan ke sana.”

Obrolan kami terhenti ketika samar-samar terdengar suara letusan senjata. Lalu terdengar hiruk pikuk dari arah hotel.

“Sudah dimulai…,” kata bapak itu. Matanya berkilat-kilat.

“Ayo, Nak.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun