Seperti pagi-pagi sebelumnya, Tara akan mengawali aktivitasnya sebagai seorang marketing eksekutif pada divisi pendanaan. Honda Jazz merah metalik pun melaju keluar dari basement dan segera bergabung dengan kepadatan lalu lintas kota.
Saat terjebak di sebuah lampu merah, Tara meraih buku agenda kerja dari dalam hand bag putih toska-nya. Dia menyadari kelemahannya, sehingga selalu membekali diri dengan banyak reminder. Buku agenda ini salah satunya, di luar reminder yang biasa disemat pada aplikasi HP untuk mencatat janji-janji yang sifatnya mendadak.
Hari ini dia janji bertemu dengan tiga orang. Paling pertama jam 10 pagi nanti dengan customer bernama Sutopo. Sepertinya masih keburu sehingga dia tidak perlu menyetir tergesa-gesa. Dia lalu membuka satu per satu notifikasi sosial medianya.
Sunggingan senyum manis kembali terukir di wajahnya saat membaca pesan demi pesan disitu. Salah satunya pesan dari Toro, mantan pacar zaman cinta-cintaan monyet di SMA dulu. Mereka bertemu tiga minggu lalu pada sebuah acara gala dinner. Toro kini menjadi seorang programmer yang cukup sukses... dan juga lajang.
Usai pertemuan itu, Toro hampir tiap hari menyapanya, walau Tara menanggapi seadanya saja.
Suara klakson bersahut-sahutan menyadarkannya kalau sudah waktunya untuk maju. Dia pun kembali memuntir setir mobilnya untuk melajukan mobilnya.
Walau sudah menginjak kepala tiga, Tara masih nampak cantik seperti gadis yang lebih muda usia. Makanya sebenarnya banyak cowok yang menaruh hati padanya. Tapi dasar Tara memang typical wanita karir yang tidak mau banyak pusing dengan urusan seperti itu. Jadi status lajangnya itu dijalani saja dengan gembira.
Siapa pun yang berkawan akrab dengannya pasti bisa melihat tulisan “I’m single and happy” tertulis besar-besar di permukaan dahinya.
Sebuah pesan WA dari seseorang bernama Sutopo masuk ke HP-nya.
“Saya sudah otw ke bank Perdana ya. Trims.”
Tara heran. Lalu tergesa-gesa membuka kembali buku agendanya.