“Berikut, Huria,” tangan Guru Shandong berpindah ke kitab di sebelah kirinya lagi. Sampul kitab itu diukiri gambar wajah manusia lengkap dengan gurat-gurat halusnya.
“Kitab mengenai sihir dan seni mengolah pikiran manusia ini akan kuberikan kepadamu.”
Huria tunduk menghormat dengan takzim.
Gurus Shandong menyentuh kitab terakhir, yang berada paling kiri. Simbol pada sampul kitab itu menyerupai gambar bola api.
“Dan Thores. Aku akan memberi kitab berisi mantra-mantra serangan dan pertahanan. Saat ini kita memang berada pada masa paling damai dalam sejarah Golapagos. Tapi pengetahuan sihir seperti itu harus tetap dipelajari kaum sihir. Kita bisa menggunakannya untuk kebaikan dan membela kebenaran jika sewaktu-waktu diperlukan.”
“Terima kasih banyak, Guru,” Thores menyahut takzim.
“Nah, Anak-anakku. Kitab-kitab sihir di hadapanku ini telah jadi milik kalian mulai malam ini. Tetapi izinkan aku menyimpannya untuk sementara, sampai tiba waktunya kalian meninggalkan padepokan ini. Aku ingin kalian berjanji akan menjaga peninggalan keluargaku yang paling berharga ini dengan seluruh jiwa raga kalian.”
Ada gurat-gurat kesedihan di wajah Guru Shandong. Bagaimanapun juga, dia adalah generasi terakhir yang harus menjaga peninggalam keluarganya itu.
Thores menjura diikuti ketiga kawannya.
“Kami berjanji akan menjaga kitab peninggalan Guru dengan seluruh jiwa kami,” ucap Thores sungguh-sungguh.
“Kami berjanji menjaga dan menghormatinya seperti kami menghormati Guru sendiri,” sambung Kesha.