Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

[Basalto Terakhir] Perjamuan Tanpa Purnama

8 April 2016   20:41 Diperbarui: 8 April 2016   20:48 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="ilustrasi gambar dari: www.smosh.com"][/caption]

Cerita Sebelumnya: [Basalto Terakhir] Kisah Empat Penyihir

Saat berada di puncak-puncak benua, Guru Shandong mengajarkan kepada murid-muridnya bahwa mereka harus menghormati matahari yang memberi energi pada siang, sama baiknya dengan menghormati bulan yang meneduhkan malam.

Saat menjelajahi hutan belantara, Guru Shandong mengajarkan nama setiap tumbuhan dan pepohonan serta khasiatnya untuk manusia.

Saat hujan tiba, Guru Shandong mengajarkan cara memanen energi dari setiap bulir hujan. Saat malam  hampir membekukan sel-sel darah, Guru Shandong memberitahu cara membangkitkan panas tubuh untuk mengusir hawa dingin itu.

Selain mengajar ilmu sihir, Guru Shandong juga memberi pelajaran mengenai moral dan etika-etika seorang penyihir serta bagaimana seorang penyihir harus menghargai manusia non-sihir di sekitarnya. Pendek kata, Guru Shandong benar-benar menjadi guru kehidupan bagi murid-muridnya.

****

Pada suatu malam tanpa cahaya bulan, Guru Shandong meminta secara khusus keempat muridnya untuk makan malam bersamanya. Dia bermaksud menyampaikan sebuah pesan penting setelah makan malam selesai.

Malam semakin larut. Seekor burung hantu yang tadinya bertengger malas di dahan, tiba-tiba terbang menukik tajam mengejar keluarga tikus hutan yang muncul dari balik semak-semak. Nampak juga pasukan kunang-kunang menari di atas atap pondok, tempat Guru Shandong berkumpul dengan keempat muridnya.

Mereka kini duduk melantai beralas tikar, mengitari sebuah meja pendek. Keempat murid membagi diri pada dua sisi meja yang berseberangan, sedangkan Guru Shandong berada di ujung meja bersisian dengan mereka.

Makan malam yang hangat baru saja dituntaskan, dan kini mereka larut dalam percakapan ringan. Kendati meja makan sudah dibersihkan, aroma ikan bakar dan tuak masih menggantung di sudut-sudut ruangan.

Sambil bercakap-cakap, Guru Shandong memperhatikan murid-muridnya.

Dari antara keempat murid, Thores-lah yang paling keras kepala dan paling memiliki jiwa kepemimpinan. Kendati demikian, Thores adalah murid yang tercerdas di antara mereka.

Kesha, satu-satunya gadis di antara tiga pemuda. Namun itu tidak membuatnya menjadi yang paling lemah. Justru kadang-kadang Kesha menjadi yang paling tangguh dibanding ketiga murid yang lain. Dia juga terlihat cukup menikmati pelajaran mengenai kekayaan flora dan fauna Gopalagos, sehingga Guru Shandong gemar berbagi pengetahuan mengenai ramuan sihir kepadanya.

Kemudian Basaman. Ah, murid ini adalah murid yang paling gemar melucu. Dia tak pernah kehabisan ide untuk membesarkan hati kawan-kawannya pada saat mereka sedang menempuh pelajaran-pelajaran sulit. Basaman adalah seorang ahli pertanian, karena dia dibesarkan di antara petani-petani pada salah satu kerajaan manusia.

Sedangkan Huria, dia adalah murid yang paling tidak banyak bicara. Lebih suka menghabiskan waktu di ruang kontemplasi untuk memuaskan dirinya menikmati literatur-literatur kuno. Dibanding murid yang lain, Huria memiliki bakat khusus dalam ilmu membaca pikiran, salah satu cabang ilmu sihir yang jarang peminatnya karena memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.

Guru Shandong menyadari begitu beruntungnya dirinya berhasil menemukan empat mutiara ini diantara ratusan murid yang saat ini sedang menimba ilmu di padepokannya.

“Apa yang membuat Guru nampak bahagia malam ini?” tanya Thores.

Guru Shandong tidak langsung menjawab. Ketiga murid lainnya pun menghentikan obrolan mereka.

Murid-murid tahu kebiasaan gurunya. Guru Shandong jarang sekali mengundang murid atau bahkan guru-guru yang lain untuk makan malam bersamanya. Jika itu terjadi, biasa guru mereka hendak menyampaikan sesuatu yang penting.

Guru Shandong berdehem. "Murid-muridku, senang sekali rasanya memandang kalian seperti ini."

Kesha, Basaman dan Thores saling pandang. Namun Huria nampak serius membaca air muka gurunya.

 

----------

(Bersambung)

Pertama kali ditayangan di planet-fiksi.blogspot.com

dalam rangka event

#Tantangan100HariMenulisNovelFC

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun