Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[Basalto Terakhir] Bola Api

30 Maret 2016   07:15 Diperbarui: 30 Maret 2016   07:23 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi gambar dari: www.youtube.com"][/caption]

Cerita sebelumnya: [Basalto Terakhir] Putri Tidur

 

~Tujuh hari sebelumnya~

Dua orang penyihir berilmu tinggi sedang menyusuri lorong-lorong bawah tanah dengan hati-hati. Keduanya mengenakan mantel sutra yang tudungnya memayungi kepala mereka.

Selangkah di depan, ada bola api kecil yang melayang mengikuti irama langkah mereka. Cahaya bola api itu jadi suluh yang menerangi jalan-jalan lorong yang gelap dan sempit.

Hawa di bawah permukaan tanah begitu lembab. Hanya sedikit udara tersisa, sehingga lumut dan jamur pun enggan beranak pinak pada dinding-dinding lorong. Sementara itu, lantai lorong dipenuhi serakan kulit-kulit serangga bawah tanah. Ada juga tulang belulang tikus yang mungkin mati kelaparan.

Pemandangan tak sedap itu tidak menyurutkan langkah kedua penyihir.

Beberapa kali mereka bertemu lorong yang bercabang. Tetapi penyihir pertama yang berjalan di depan, menentukan pilihan setelah menelusuri garis-garis sebuah peta tua di tangannya dengan ujung kukunya yang panjang menghitam.

Sambil terus melangkah, mereka juga membersihkan perisai-perisai sihir yang bertebaran di sepanjang jalan dengan mantra-mantra penangkal.

Perisai sihir dipasang penyihir sebagai peringatan terhadap mereka yang mencoba menerobos. Biasa dibuat pada jalan-jalan rahasia atau tempat-tempat terlarang. Seandainya keduanya bukan penyihir berilmu tinggi, beberapa perisai sihir itu pasti sudah melukai mereka.

"Sial! Mereka memasang kutuk dan perisai lebih banyak dari yang aku kira," keluh penyihir pertama. "Lama-lama energi kita habis hanya untuk membersihkan sampah-sampah sihir ini."

"Mudah-mudahan kita berhasil menemukan ruang rahasia itu, Tuan, agar bisa secepatnya keluar dari sini," sahut penyihir kedua di belakangnya.

Penelurusan mereka semakin jauh. Sekarang mereka nampak melangkah menuruni undak-undakan yang curam. Begitu sampai pada tangga terakhir, penyihir pertama menghentikan langkahnya. Cahaya dari bola api menyinari pemandangan menggidikkan di permukaan lantai di bawah tangga. Seluruh lantai ternyata dipenuhi kalajengking. Tubuh hewan-hewan merayap itu berkilau-kilau ditempa cahaya bola api.

Kedua penyihir nampak terkejut.

“Ini bukan ilusi,” ucap penyihir kedua.

Penyihir pertama pun menggerakkan tangannya. Bola api di depan mereka terbang lebih jauh ke ujung lorong, lalu beberapa saat kemudian bola api itu kembali. Memang, sejauh mata memandang, seluruh permukaan lantai lorong di tingkat bawah ini dipenuhi kalajengking.

Penyihir pertama memandang penyihir kedua.

"Jika peta ini benar, kita tidak terlalu jauh lagi dari ruangan rahasia itu," ucapnya. “Biar aku yang membereskan binatang kecil berbisa ini. Simpan energimu, kalau-kalau nanti dibutuhkan."

"Baik, Tuan."

Penyihir pertama lalu mengumandangkan sebuah mantra panjang. Kedua tangannya ditengadahkan ke arah bola api. Ukuran bola api itu pun membesar seiring mantra yang dilantunkan. Panas dari bola api juga semakin menyengat.

Kalajengking-kalanjengking yang berada di bawah bola api segera menyingkir ke segala arah karena kepanasan. Saat ukuran bola api hampir sama dengan lebar dan tinggi lorong, penyihir berteriak lantang dan melakukan gerakan mendorong dengan cepat.

Bola api raksasa melesat ke depan mereka, mengikuti lekuk lorong dan membakar habis semua kalajengking maupun serangga-serangga lain yang menghalangi jalannya. Lorong jadi gelap gulita, meninggalkan aroma hangus yang menyengat penciuman. Beberapa saat kemudian bola api raksasa itu kembali, sehingga keadaan jadi terang benderang lagi.

Penyihir pertama lalu menjinakkan bola api raksasa itu dengan mengubahnya jadi bola api kecil seperti semula.

Kedua penyihir kembali melangkah maju. Suara gemerisik terdengar seiring hentakan langkah mereka. Suara itu berasal dari kulit kalajengking hangus yang terinjak-injak.

 

(bersambung)

 

Ditayangkan pertama kali di Note FB penulis dalam rangka

#TantanganMenulisNovel100HariFC

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun