Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

[Basalto Terakhir] Putri Tidur

29 Maret 2016   15:40 Diperbarui: 29 Maret 2016   15:43 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi gambar dari: seanopher.tumblr.com "][/caption]

Cerita sebelumnya: [Basalto Terakhir] Talia

 

Irama detak jantung Abner meningkat saat melihat dari kejauhan Heidy berdiri tanpa penunggang.

Di mana gerangan Tuan Putri berada?

Dia pun menyentak punggung kuda hitam tunggangannya agar berlari lebih kencang.

Detak jantungnya semakin kencang begitu melihat Talia tergeletak begitu saja di antara ilalang. Abner dengan sigap turun dari kuda dan memeriksa keadaan Sang Putri.

Dia masih hidup. Sepertinya hanya pingsan.

Abner segera mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru, mencari sesuatu yang mungkin menyebabkan peristiwa ini. Nihil. Selain aroma ilalang di pagi hari dan kicauan burung-burung dari pinggir hutan Chitura, tidak ada hal lain yang mencurigakan.

Dia lalu memandang Heidy, berharap kuda itu bisa menceritakan apa yang baru saja terjadi.

“Yah, Heidy. Kita harus segera membawa Tuan Putri kembali ke istana.”

 *****

Laporan peristiwa di ujung pagi itu langsung membuat penghuni istana gempar.

Geraham Raja Philos menegang. Beberapa kerut halus di wajahnya semakin nampak saat dia menahan emosi seperti saat ini.

Putri satu-satunya, kesayangannya, sudah berada di dalam kamar tidurnya, tetapi masih tetap tidak sadarkan diri. Sementara itu, dia sedang menimbang-nimbang hukuman apa yang tepat diberikan kepada dua prajurit pengawal yang dianggapnya lalai. Juga mungkin kepada Abner, sekalipun menurut cerita pengasuh kuda itu, dia sebenarnya tidak menanggung kesalahan besar.

Dari tepi jendela lantai tiga gedung Thereos, bangunan yang berisi kamar-kamar dan ruang privat keluarga kerajaan, Raja Philos memandang beberapa pegawai kerajaan sedang berjalan tergesa-gesa dari arah selatan istana. Di belakang mereka, sosok tua berjubah panjang nampak berusaha mengimbangi kecepatan melangkah orang-orang di depannya dengan susah payah.

“Ah, akhirnya tabib kita datang juga.” Raja Philos setengah berseru. Suaranya berat seperti guruh yang di langit mendung. “Kalian jangan kemana-mana dulu sampai aku kembali!” titahnya pada dua prajurit pengawal yang sedang tertunduk penuh sesal di sudut ruangan.

Raja Philos segera keluar dari ruangan itu.

Kamar tidur Talia yang cukup lapang nampak ramai. Perhatian tamu-tamu kamar tertuju pada sosok manis yang sedang terbaring di tengah ruangan. Raja Philos berada paling depan, di belakangnya ada Panglima Thar, beberapa prajurit pengawal dan beberapa gadis pelayan Tuan Putri. Di sisi yang berseberangan, Sergios, tabib istana nampak dengan hati-hati memeriksa keadaan Talia. Dia mengecek detak nadi, membuka pelupuk mata Talia dan memeriksa irama nafasnya.

Di sisi atas ranjang nampak sisa-sisa ramuan beraroma tajam yang tadinya digunakan untuk membangunkan Sang Putri.

Rambut panjang Sergios yang berwarna putih keperakan, bergoyang halus mengikuti irama gelengan kepalanya.

“Aneh, Paduka. Tuan Putri seperti sedang tertidur pulas. Belum pernah aku melihat orang tidur sedalam ini,” ucapnya hati-hati.

“Apa yang terjadi, Sergios?”

Raja Philos kelihatan belum puas dengan diagnosa tersebut.

“Aku ragu mengatakannya, Paduka. Tapi sepertinya kita mesti menghadirkan orang lain lagi untuk meminta pendapatnya.”

“Di seluruh Zatyr, tidak ada tabib lain yang kemampuannya melebihi kemampuanmu,” sahut Raja Philos.

“Bukan tabib, Paduka,… penyihir.”

Seluruh ruangan tiba-tiba sunyi senyap. Setelah membisu beberapa saat, Panglima Thar pun bereaksi.

“Maksud anda… ini ulah penyihir?” tanyanya dengan ekspresi penasaran.

“Aku belum yakin benar, Panglima. Tapi mungkin salah satu penyihir bisa memberi pendapat yang membantu kita mencari tahu apa yang terjadi dengan Tuan Putri.”

“Baiklah!” Raja Philos mengangguk.

“Argumen tabib kita ada benarnya. Aku akan mengutus orang ke Selatan, ke Istana Emerald untuk bertemu Orion, sahabatku. Aku akan menulis surat untuk meminta penyihir kenamaan itu memeriksa keadaan Putriku. Panglima Thar, pilih beberapa prajurit terbaik untuk menemaninya. Mereka sudah harus berangkat siang ini,” titah Raja Philos.

“Siap, Paduka.”

Panglima Thar memberi hormat takzim.

******

 

(bersambung)

Ditayangkan pertama kali di FB Notes penulis.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun