Senyum adalah bahasa universal yang dapat dimengerti semua orang. Bahkan tanpa berbicara satu kata pun, senyuman kepada seseorang (apalagi orang baru) sudah memberi isyarat bahwa kita terbuka dan menghargai mereka. Tersenyumlah beberapa kali dalam percakapan, pada bagian percakapan yang sesuai tentunya. Jangan tersenyum pada saat dia sedang menceritakan hal-hal yang sedih. Namun jangan pelit, jika memang sudah waktunya Anda berbagi senyuman. Selain mencairkan percakapan, senyum juga dapat melancarkan aliran darah kita.
Mengingat Nama Lawan Bicara
Untuk membantu kita mengingat nama orang yang baru saja dikenal, kita dapat menyebut namanya beberapa kali sepanjang percakapan. Misalnya, “…Wah, tidak banyak orang yang mau bergiat dalam bidang itu, Bu. Sudah berapa lama sebenarnya Bu Vonny menjadi pekerja sosial?” atau “…Kebetulan saya juga seorang penulis, pak Daniel.” Secara emosional, lawan bicara akan merasa kita menganggap mereka penting jika kita tidak begitu saja melupakan nama mereka.
Pegawai-pegawai perusahaan yang bergerak pada bidang public service seperti penerbangan atau perbankan, juga dituntut untuk menunjukkan pelayanan prima dengan sedapat mungkin menyebut nama customer saat melayani mereka. Sekali lagi ucapkan nama lawan bicara di akhir percakapan, terutama jika akan ada tindak lanjut dari percakapan tersebut.
Tunjukkan Perhatian
Tantangan terbesar dalam membina hubungan interpersonal belakangan ini adalah kita cenderung lebih memperhatikan notifikasi sosmed di gawai kita, dibanding memberi perhatian lawan bicara di hadapan kita. Memang, lama kelamaan, masyarakat seperti sudah mulai maklum dengan budaya tersebut. Padahal, untuk membangun kualitas sebuah percakapan, sebaiknya kita sungguh-sungguh memberi perhatian pada lawan bicara kita.
Salah satu caranya adalah jangan mengalihkan pembicaraan hanya karena SMS, pesan dan notifikasi sosmed, kecuali kita memang sedang menunggu pesan maha penting. Cara lain menunjukkan perhatian adalah mencermati ucapan lawan bicara dan menanggapinya. Tunjukkan ketertarikan kita pada hal-hal yang baru kita dengar, atau hal-hal yang mereka sukai. Jangan menyela pembicaraan dan jangan menimbulkan kesan kita meremehkan pembicaraannya. Oleh karena itu, kita membutuhkan satu keterampilan lagi.
Mendengarkan
Ya, mendengarkan. Walaupun kelihatannya mudah, butuh upaya khusus untuk melakukannya. Orang-orang lebih suka didengarkan dari pada mendengarkan, padahal kita diberi dua telingan dan (hanya) satu mulut. Mendengarkan dalam konteks kita ini, bukan berarti menjadi pendengar pasif, melainkan menjadi pendengar yang aktif. Kita juga diizinkan untuk mengemukakan pendapat kepada lawan bicara, namun proses itu dalam komunikasi hanya akan berlangsung efektif jika kedua belah pihak menjadi pendengar yang baik.
Mendengarkan artinya mengabaikan suara-suara pengganggu yang sering mendengung di kepala kita, seperti hardikan bos di kantor delapan jam lalu, kesan-kesan jelek kita terhadap lawan bicara, dan lain-lain. Mendengarkan juga artinya mencerna setiap kata yang diucapkan lawan bicara, kemudian mencari kata-kata kunci dalam ucapannya yang bisa digunakan untuk membawa pembicaraan melangkah lebih jauh. Dengan menjadi pendengar yang baik kita terhindar dari kesalahan seperti mengambil kesimpulan atau asumsi tidak tepat yang dapat mengganggu jalannya pembicaraan. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H