Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Chery

22 Februari 2016   21:56 Diperbarui: 23 Februari 2016   00:57 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi gambar dari wall FB Fiksiana Community. Foto oleh: Granito Ibrahim"][/caption]Memandang Chery menyuap potongan roti dari boncengan seperti itu, mengingatkanku pada setiap pagi yang heboh kurang lebih empat tahun lalu. Saban kami didahului matahari akibat bercinta semalaman suntuk, kehebohan di ujung pagi itu pun terjadi. Chery harus membagi konsentrasi antara pakaian kantorku yang belum disetrika, roti panggang dan ranjang yang belum dirapikan. Kadang-kadang perhatiannya juga disita dengan tumpukan pakaian kotor dan telepon Ida, adik iparku, yang merengek minta diisikan pulsa data.

Aku berusaha membantu sebisanya. Mencuci piring atau menyiram barisan gelombang cinta. Jika usai mandi waktu masih memungkinkan, aku berusaha menghabiskan sarapanku. Jika tak sempat lagi, aku langsung menghampiri dan men-starter motor second-ku agar lekas sampai di kantor dan tidak kehilangan uang makan hari itu. Tapi Chery punya cara agar aku bisa sampai di kantor tepat waktu, sekaligus tidak kehilangan sarapan pagiku.

Aku menyetir motor seperti biasa, sedangkan Chery menyuapkan makanan dari boncengan. Sesampainya di kantor dia membawa motor kembali ke rumah, lalu menjelang sore dia akan kembali menjemputku.

Sekalipun ritual kami agak aneh rasanya, aku bahagia dengan kebersamaan kami seperti itu.

Tapi sayang kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Belum genap setahun perkawinan kami, Chery mulai terlihat aneh. Dia semakin tidak memperdulikanku. Saat aku mencoba untuk ngomong dari hati ke hati, percakapan kami sering mentok pada keinginannya agar aku bekerja lebih keras lagi agar ekonomi keluarga segera membaik.

Saat usia perkawinan kami genap setahun, tidak pernah lagi ada sarapan di jalan raya. Rumah tangga kami semakin hambar dan pada akhirnya memuncak pada perceraian.

“Pak, masih ada lagi yang mau dibeli?”

Itu suara pak Asep, sopirku. Sekarang aku menduduki jabatan penting di perusahaan dan diberi fasilitas mobil plus sopir pribadi. Chery dan suami barunya, Ridho, baru saja melintas dengan ritual yang biasa kami lakukan dulu. Aku tidak bisa lupa, dulu Ridho adalah kawan dunia maya yang suka menitip jempol pada status-status Chery.

Melihat mereka aku jadi membayangkan mereka telah bercinta semalam suntuk seperti yang biasa kami lakukan dulu.

Aku mengambil lontong sayur yang baru saja dibeli pak Asep lalu menurunkan kembali kaca mobil

“Tidak ada, pak. Ayo kita jalan ke kantor sekarang,” sahutku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun