Aku masih melihatnya. Di atas kertas, di atas meja, lalu menitik ke lantai, darah merah segar. Darah itu berasal dari pangkal pergelangan tanganku yang kini tergeletak pasrah menerima nasib.
Pandanganku dan kesadaranku mulai memudar. Lalu suara hentakan terdengar sayup-sayup, apakah aku telah terbanting ke lantai? Entahlah.
Kini semuanya jadi gelap.
*******
Kelam…
Senyap…
Lalu kegelapan panjang buyar. Larik-larik cahaya memaksaku membuka seluruh pelupuk mata. Ada bidadari di depan wajahku. Apakah aku berada di surga?
“Surga…, Surga dari Hongkong!!”
Bidadari itu malah menyahut judes. Aku menajamkan penglihatanku. Wajahnya seperti sangat familiar… Oh, ya iyalah, dia kan Keke, tetangga kost-ku.
“Kamu tuh kenapa sih?!” lanjutnya. “Ditinggal kawin pacar memang sakit, tapi tidak perlu sampai bunuh diri juga kali! Jadi cowok kok cengeng amat?!”
Aku tertohok.