Ujung knalpot sedan putih menyemburkan asap tipis, selaras dengan dentuman mesin yang baru saja dipanaskan. Sang Gubernur mengernyitkan kening, lalu mengentuk jendela depan sedan antik itu.
“Ada apa pak, belum mau jalan?” tanya pria muda di belakang kemudi.
“Kita naik becak saja, nak.”
Tak lama kemudian, Sang Gubernur dan Pria muda telah terguncang-guncang halus dalam becak di atas jalanan kota Ujung Pandang. Seolah bisa membaca pikiran putranya, Sang Gubernur pun berujar,
“Kita harus merasakan hidup sebagai orang biasa, nak. Kamu tidak boleh sombong. Kamu tidak selamanya jadi anak Gubernur dan tidak selamanya punya mobil. Jadi bila suatu hari tidak ada jabatan, dan tidak ada mobil, kita tidak canggung lagi.”
Pria muda mengangguk sambil tersenyum takzim.
Sang Gubernur tengah mengajarkan petuah mendalam. Di balik matanya yang tajam ada ketegasan dan keberanian, namun dari tutur lakunya tersirat kesederhanaan dan kepedulian. Orang-orang Sulawesi mengenangnya sebagai Andi Pangerang Petta Rani, sang Godfather.
[caption caption="ilustrasi gambar dari: daenggassing.com"][/caption]
Pical Gadi nomor urut 63
Referensi: koranmakassaronline.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H