Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Kolektor Lukisan

26 Oktober 2015   22:32 Diperbarui: 27 Oktober 2015   04:06 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Supermoon hampir beranjak. Anabelle sangat mahir merekam penampakkan langit malam itu dengan mata birunya, lalu memindahkan semuanya ke atas kanvas, satu-satunya sahabat yang menemaninya beberapa hari ini.

Dress krem Anabelle jadi legam oleh percikan kuas. Nampak juga beberapa noda di sudut-sudut wajahnya, tapi Anabelle kelihatan tidak terlalu peduli. Pemesan lukisan itu akan segera datang.

Hempasan angin seketika memudarkan nyala beberapa lentera yang digantung, lalu hentakkan berat terdengar di beranda kayu kamar Anabelle. Sosok tinggi besar berjubah hitam, dengan sayap raksasa masuk ke dalam kamar. Anabelle gelisah. Lukisannya belum sempurna betul.

“Aku butuh beberapa waktu lagi, tuan.”

“Kamu sudah diberi banyak waktu, nona,”

Sosok tinggi besar beringsut ke depan lukisan. Menatap lekat-lekat kanvas berisi ribuan gurat biru gelap dengan bulan perak bulat sempurna di tengah-tengah kanvas, lalu mengangguk kecil beberapa kali.

“Hhm… hampir sempurna. Baiklah, nona. Aku memberi tambahan waktu. Tapi karena sedikit kecewa, aku meminta bonus satu lukisan lagi. Lukislah wajah kematian untukku. Aku bersedia menunggu sampai subuh kali ini…,”

Anabelle merasa ini pekerjaan yang sangat berat, tapi demi bayaran kepingan nyawa, dia menyanggupinya juga.  

Dari balik kanvasnya, Anabelle memandangi Malaikat Maut yang gemar mengoleksi lukisan itu sedang duduk di atas kursi yang kekecilan dengan pongahnya. Sementara di sudut lain kamar itu, tubuh ibunya terbaring dingin di atas ranjang. Anabelle mulai letih, namun dia tetap memaksa kuasnya menari lincah di atas kanvas.

_______________________________________________

ilustrasi gambar dari: earthsky.org

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun