Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Taman Kota

2 Oktober 2015   21:10 Diperbarui: 2 Oktober 2015   21:10 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pical Gadi No. 100

 

Pagi menyapa Dahlia yang sedang melambungkan harapan manis ke atas embun-embun. Sembari membiarkan kicauan burung menari-nari di dalam gendang pendengarannya, matanya menatap lekat-lekat gambar Wahyu di layar tablet-nya.

Wahyu hampir tanpa ekpresi terkesan apatis, namun jika diperhatikan seksama, matanya tetap tidak bisa menyembunyikan pancaran ketulusan hati.

Pada pagi yang hampir sama tiga bulan lalu, Dahlia menemukan Wahyu “terkapar” pasrah di tengah taman. Memang dari keringat di wajah dan bisepnya bisa ditebak cowok itu lelah usai menyusuri jogging track beberapa putaran. Tapi orang yang berbaring telentang di atas kursi taman bukan pemandangan biasa. Yang melihatnya akan spontan berpikir, cowok itu sedang sakit. Setelah mendekat dan melihat cowok itu sedang cengar-cengir memandangi layar smartphone-nya baru ketahuan dia baik-baik saja.

Begitu pula reaksi Dahlia. Saat berlari dan mendekati kursi taman yang dipakai Wahyu berbaring, tatapan mereka bertubrukan. Dahlia yakin Wahyu baik-baik saja. Dia pun terus berlari menyusuri ruas-ruas jogging track.

Panjang jogging track yang mengitari taman kota itu kurang lebih 500-an meter, berbentuk angka delapan besar, dengan beberapa jalur  jogging track yang lebih kecil di dalamnya. Namun Dahlia selalu mengambil jalur yang terluar. Lebih mudah menghitung putaran jogging-nya.

Setelah berlari satu putaran penuh, Dahlia kembali melewati kursi taman yang sama. Namun kali ini kosong. Cowok aneh itu sudah pergi, batin Dahlia.

Dia salah.

Setelah dua setengah putaran, dia rehat sejenak dengan berjalan santai sambil memilih channel radio FM dari gadget-nya. Wahyu tiba-tiba muncul di depannya dengan wajah lebih bersahabat.

“Mbak, boleh ambil gambarnya gak?”

Dahlia melotot. Reaksi yang wajar. Namun Wahyu seperti sudah hafal dengan situasi tersebut. 

“Aku Wahyu, mbak. Blogger. Aku sedang membuat artikel tentang public space di kota kita. Salah satunya taman Manggis Dua ini. Kalau tidak keberatan mbak jadi modelnya, gitu….,” dengan gagah dan santun Wahyu menyampaikan maksud hatinya.

Dahlia pun perlahan-lahan cair.

“Mesti aku ya?”

Wahyu mengiyakan. “Kalau mbak udah pas. Tinggi, cantik….  Aku lihat sering jogging di taman ini. Siapa tahu tidak keberatan, sekalian aku wawancarai juga…,”

Dahlia terkejut lagi. Tapi tak urung dia mengiyakan permintaan Wahyu juga.

Proses jeprat-jepret dan wawancara singkat pun berjalan mulus. Sebelum pisah mereka sempat bertukar PIN, tapi tidak ada komunikasi apa-apa lagi setelah pertemuan sekilas itu.

Seminggu kemudian, Dahlia mendapat telepon dari Anya, kawan karibnya.

“Ada foto kamu di blog ayang Wahyu, Beeeeb!!…..,” Anya heboh sendiri diujung teleponnya. “Kamu ketemu dimana sama ayang Wahyu…!!???”

“Kamu kenal sama mas Wahyu?”

Jawaban Anya bikin Dahlia terkejut… lagi. Memang dia selama ini kurang aware dengan dunia literatur terutama fiksi. Jadi baru tahu kalau Wahyu itu ternyata penulis fiksi romantis yang dua bukunya telah jadi best seller.

“Kamu tahu gak? Cewek-cewek rela antri mau jadi kekasih ayang Wahyu, beeeb. Ih, beruntung banget kamu bisa berdua-berduaan di taman…, Eh aku….,”

Pembicaraan terputus.

Dahlia baru ingat handphone-nya low batt berat. Tapi bagus juga, kalau tidak bisa lebih lama dia mendengar ocehan Anya.

Tahu-tahu pesan dari Wahyu masuk ke messenger-nya.  Wahyu mengabarkan artikel tentang public space-nya sudah diposting, sekalian menyertakan tautan artikelnya.  Dahlia pun menelusuri internet, dan menemukan foto manisnya di blog Wahyu. Anya memang benar. Dalam sekejab, puluhan komentar berjibun di bawah artikel tersebut. Beberapa di antaranya menanyakan siapa sosok cewek manis dalam artikel itu. Dahlia membalas pesan Wahyu sedikit centil,

“Duuh, fans ceweknya buanyak!”

Wahyu  memasang emoticon senyum lebar.  

“Berkah sekaligus cobaan….”

Peristiwa itu pun jadi awal persahabatan mereka. Dalam waktu singkat Dahlia langsung merasa dekat dengan sosok Wahyu, begitu pun sebaliknya.

Pagi ini mereka sepakat bertemu di taman kota. Wahyu mengatakan akan memberi surprise. Memikirkannya, membuat Dahlia tidak bisa tidur sepanjang malam. Kedatangannya pun lebih awal.

Sambil menunggu jemarinya mengetik-ngetik semacam catatan harian pada aplikasi memo di tablet-nya.

“Salahkah bermimpi jatuh cinta dengan penulis? Jika dalam merangkai kata saja, mereka begitu mempesona dan “liar”, bagaimana dengan merangkai cinta? Dahsyatnya letusan bom Hiroshima, megahnya Borobudur atau romantisnya hujan Desember pun bisa mereka ciptakan dari ujung penanya.

Siapa sangka akhirnya kutemukan mimpiku pada diri mas Wahyu.

Mas Wahyu, AKU MENCINTAIMUUU…….!!!

Dahlia melirik lagi arlojinya. Pukul enam lewat sepuluh menit. Masih dua puluh menit lagi dari waktu yang dijanjikan.

“Kan aku udah bilang, kamu tuh bisa jadi penulis kok….,”

Jantung Dahlia hampir terlontar keluar saking kagetnya. Suara Wahyu tiba-tiba terdengar dari belakangnya.

“Maasss! Sejak kapan kamu disitu!?”

Wahyu nyengir kuda. “Sejak kamu ngetik ‘Salahkah bermimpi jatuh cinta dengan penulis?’

Dahlia histeris lalu berdiri dan “menghajar” Wahyu dengan pukulan-pukulan mesra. Wahyu pura-pura menghindar tapi tetap merelakan bahunya jadi bulan-bulanan Dahlia.

“Kamu jahat, mas!! Kenapa gak menampakkan diri dari tadi….,”

“Hehehe…. Bagus kan? Aku jadi tahu isi hati kamu…!!”

Dahlia berteriak histeris lagi. Tapi ucapan Wahyu selanjutnya benar-benar bikin adem.

“Senang rasanya kalau perasaan cinta kita terbalas…, Mm.. aku juga mau ngasih kamu hadiah, buku kumpulan puisi cintaku. Eksklusif buat kamu…”

Dahlia pun merona malu.

….dan seiring matahari yang mulai menghangatkan taman kota itu, kisah cinta dua anak manusia pun terjalin sudah.

____________________________________

 

ilustrasi gambar dari: icgov.org

 

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community | Silahkan bergabung di grup FB Fiksiana Community 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun