Tapi Arnold kelihatan tidak peduli.
“Aku langsung saja, Brutus. Skenario akan sedikit diubah. Kamu harus menghilang sekitar dua minggu lagi…”
Pria bernama Brutus itu menghentikan kunyahannya. Lalu mendelik kasar.
“Kamu membohongiku lagi, Arnold!” serunya.
“Tidak masalah, kan? Mestinya kamu bersyukur bisa menghirup udara bebas sekian lama. Aku masih ingin mempermainkan perasaan Ernest. Senang rasanya bisa melihat wajah pejabat yang suka pencitraan saat kebingungan seperti ini. Di Kepolisian pusat juga sedang terjadi mutasi. Aku belum tahu siapa yang nanti jadi atasan langsung-ku...,”
“Persetan dengan perjalanan karirmu! Aku lebih senang tinggal di penjara dibanding di apartemen pengap ini. Sesuai perjanjian, skenario penangkapan harus terjadi besok. Jika tidak….”
“Kamu mengancamku, Brutus…!” potong Arnold. Lalu meletakkan selembar foto ke atas meja. Itu gambar seorang nenek renta yang sedang mencuatkan senyum manis di antara gagang kacamata dan kerutan wajahnya.
“Lihat, betapa manisnya wanita tua ini,”
Brutus terdiam seketika.
“Ini foto yang diambil sesaat setelah dia menerima hadiah syal rajutan dan parsel berisi susu kalsium. Aku bisa membuatnya kembali tersenyum seperti ini jika kamu bersedia menunggu dua minggu lagi sebelum penangkapan…,”
“Nenek memang suka dengan syal rajutan…,” ucap Brutus lirih dengan mata berkaca-kaca.