Kim buru-buru memberi isyarat untuk segera meraih kembali tas kulit berisi uang yang tadi kucuri dari Reyhan. Rupanya dia yang tadi mengirim Badar ke neraka.
“Bisa saja Badar tadi menarik pelatuk pistolnya setelah kamu tembak,” ucapku ketus.
Kim tersenyum sinis.
“Kita bermain dengan peluang, bro. Kemungkinan itu juga bisa terjadi sebelum aku menembaknya… Aku memilih resiko kedua,” sahutnya dingin.
Aku paham. Sebulan lalu saat aku memutuskan untuk “ikut”, Bang Rizal memberi wejangan kalau dalam bisnis ini, kita dan resiko kematian seperti mata dan pelupuknya. Begitu dekat dan nyata. Aku menyanggupi.
Kami pun kembali berlari. Kim memandu di depan, sedangkan aku mengekor, membawa serta uang curian hasil misi pertamaku. Uang panas yang nyaris menjadi malaikat pencabut nyawaku. Sekali sibak, aku mengelap peluh yang membanjiri keningku. Aku makin paham mengapa banyak orang begitu sulit keluar dari bisnis hitam ini.
_______________________________________
ilustrasi gambar dari: