Salah satu kelebihan “orang lapangan” yang dipercayakan pada posisi struktural adalah konsep dan realisasi yang cenderung lebih konkrit. Saat para pemikir yang punya segudang ilmu sedang menimbang-nimbang cermat dan amat hati-hati, orang-orang lapangan ini telah beraksi satu dua langkah ke depan. Bukan karena sembrono, tapi mereka kefasihan terhadap “medan” telah menajamkan intuisi mereka.
Sebagai orang lama dalam bisnis perikanan, Menteri Susi Pudjiastuti paham benar seluk beluk bisnis dan industri perikanan. Ini kemudian menjadi modal besar dalam mengembangkan industri perikanan tanah air.
Kabar teranyar yang datang dari Kementerian KKP adalah penandatangan skema perpanjangan GSP (Generalized System of Preference) untuk produk industri perikanan oleh Barack Obama setelah mendapat persetujuan Senat Amerika Serikat. GSP ini sempat dihentikan oleh senat 2013 lalu.
GSP adalah kebijakan yang dimiliki negara-negara maju terhadap produk impor dari negara-negara tertentu. Untuk menjaga irama pasar, negara-negara anggota WTO (World Trade Organization) memberlakukan standar tarif impor yang sama antar negara yang satu dan yang lainnya. Namun dengan memberlakukan program GSP, negara anggota WTO dapat menurunkan tarif impor dari negara-negara emerging market seperti Indonesia. Tentu ada ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi importir misalnya sustainability, kualitas produk dan ketentuan lain. Bagi negara-negara penerima GSP, program ini berguna untuk menggenjot ekspor dan meningkatkan kinerja neraca perekonomiannya. Imbas manfaat bagi negara yang memberikan program GSP adalah kompetisi para importir meminimalisir kelangkaan barang impor dengan tetap mempertahankan kualitas produk yang prima.
Bagaimana cerita dibalik persetujuan GSP industri perikanan Indonesia? Menurut Susi, tidak butuh lobi luar biasa untuk bisa kembali mendapatkan fasilitas GSP ini. Malah tidak sampai mengutus delegasi khusus untuk negosiasi panjang kali lebar. "Tidak perlu dengan jalan-jalan, mereka sudah membebaskan. Hanya modal ngedumel dan ngomel-ngomel. Meski itu menyebabkan banyak dosa tapi gunanya banyak. Saya memastikan cerewet saya lebih banyak manfaatnya daripada tidak," ucap Susi (kompas.com).
Beberapa waktu terakhir ini, Susi memang getol mempromosikan industri perikanan tanah air. Prinsip-prinsip industri yang biasa diinginkan negara-negara maju seperti sustainability dan treasibility yang menyangkut dampak lingkungan telah dipatuhi dengan baik. Akhirnya Senat Amerika pun kembali menyetujui GSP untuk produk perikanan Indonesia terhitung 29 Juli 2015 sampai 31 Desember 2017.
Ini merupakan “angin segar” bagi industri perikanan tanah air. Dengan perpanjangan GSP ini, sejumlah produk perikanan seperti kepiting beku, ikan sardin, daging kodok, ikan kaleng, lobster olahan dan rajungan dibebaskan dari tarif impor.
Konsistensi Susi memberantas ilegal fishing dan kepiawaian “diplomasi” bisnis dengan mitra-mitra strategis di luar negeri telah menjadi kunci sukses meningkatkan ekspor perikanan dari Indonesia.
Mestinya peluang ini tidak disia-siakan oleh pelaku pasar khususnya para eksportir. Selama ini Amerika Serikat memang merupakan negara tujuan utama ekspor perikanan asal Indonesia. Sejak tahun 2011 rata-rata pertumbuhan ekspor sektor perikanan ke Amerika Serikat sebesar 21% per tahun. Selama tahun 2014 total ekspor perikanan ke Amerika mencapai 1,84 miliar dollar. Dengan fasilitas GSP, Susi menargetkan tahun ini ekspor perikanan bisa menembus angka 5 milliar dollar.
Tak puas hanya sekedar menjajaki negeri Paman Sam, Susi mengatakan sebentar lagi akan mengompori dubes-dubes Eropa agar produk perikanan Indonesia yang masuk ke Eropa juga diberi fasilitas yang sama.
Maju terus ibu Menteri! (PG)