Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Teknik Anchoring untuk Menghadapi Post-holiday Syndrome

19 Juli 2015   22:08 Diperbarui: 19 Juli 2015   22:08 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liburan hari raya akan segera berlalu. Sebentar lagi kita mesti kembali beraktivitas seperti biasanya. Mengerjakan proyek-proyek, berpacu dengan deadline, berburu klien potensial dan seabreg kegiatan lainnya. Bagi sebagian orang masa-masa pasca liburan ini adalah masa-masa kritis. Di satu sisi masih ingin menikmati liburan sepuasnya, di sisi lain ada tugas dan tanggungjawab yang telah menanti. Akibatnya muncul perasaan bad mood menjelang hari pertama bekerja kembali alias Post-Holiday Syndrome. Perasaan ini sebenarnya wajar-wajar saja, tapi bisa berbalik merugikan diri kita sendiri jika tidak segera menanganinya sehingga membawa dampak buruk bagi pekerjaan kita.

Permasalahan sebenarnya terletak pada mindset atau cara berpikir kita memandang sebuah masalah sehingga mempengaruhi state atau perasaan kita. Ada beberapa kiat sederhana yang bisa kita lakukan saat sindrom ini mulai menyerang. Dalam ilmu NLP (Neuro Language Programming) ada sebuah teknik yang cukup ampuh untuk mengelola pikiran kita. Teknik ini disebut teknik penjangkaran atau anchoring.

Prinsip kerjanya adalah pikiran kita cenderung mengulangi atau mengasosiasikan kembali pengalaman pada masa lalu jika pemicunya diaktifkan. Pemicu ini bermacam-macam, bisa bersifat auditory, visual, olfactory (bau-bauan) dan lain-lain. Misalnya pada masa kecil anda menyukai masakan tertentu yang dibuat oleh ibu anda. Pada saat dewasa di suatu tempat anda kembali mencicipi masakan tersebut. Pikiran anda pun kembali melayang pada pengalaman masa kecil anda, pada sosok ibu, bahkan mungkin anda bisa memvisualisasikan kembali piring makan yang biasa anda gunakan dan suasana ruang makan saat itu.

Contoh lain misalnya anda mengalami kecelakaan karena motor yang anda kendarai menabrak tiang listrik. Kebetulan pada masa lalu, anda pernah mengalami kecelakaan serupa, maka pikiran anda akan dengan mudah mengingat kembali serta merasakan emosi yang sama saat kecelakaan yang lalu terjadi. Seperti cedera yang terjadi, kepanikan orang-orang di sekitar anda, bahkan mungkin rasa sakit yang anda rasakan.

Nah, kita akan menggunakan teknik ini untuk membangkitkan kembali semangat anda yang mungkin luntur seiring hari libur panjang. Pemicu yang akan kita gunakan adalah motivasi positif dari dalam diri kita sendiri.

Mula-mula pikirkanlah pengalaman paling berkesan yang pernah anda alami selama meniti karir. Pengalaman itu bisa berupa pengalaman saat anda berhasil menyisihkan pelamar-pelamar kerja yang lain untuk menduduki posisi anda, saat mendapat promosi besar, saat anda berhasil menyelesaikan proyek besar atau berhasil membuat closing transaction dengan klien besar atau carilah pengalaman positif lain yang cukup kuat meninggalkan kesan dalam diri anda. Pengalaman di luar karir yang meninggalkan kesan kuat juga bisa anda masukkan, seperti misalnya kelahiran anak pertama, pengalaman mengucapkan janji perkawinan, membeli rumah pertama dan lain-lain.

Yang akan anda capture dari pengalaman ini adalah sensasi dan emosi positif yang anda rasakan saat menjalani pengalaman tersebut. Ingat kembali betapa bahagianya anda saat itu, ingat kembali segala sesuatu begitu mudah untuk dijalani dan beban berat anda terasa lepas begitu saja.

Panggil kembali rekaman semangat anda saat pengalaman-pengalaman itu terjadi. Bayangkan pengalaman serupa akan anda alami kembali atau gunakan pengalaman tersebut untuk memompa semangat anda kembali. Anda bisa memanggilnya berulang kali sampai post-holiday syndrome perlahan-lahan mulai teratasi.

Sehingga nantinya saat melihat kursi plus meja kerja, kita tidak melihat tumpukan pekerjaan yang membosankan melainkan kita melihat kesempatan untuk kembali membuktikan prestasi pada organisasi. Atau saat kembali berurusan dengan tetek bengek bisnis, kita melihatnya sebagai peluang untuk kembali meraup omset demi kebahagiaan orang-orang disekitar kita.

Saat telah berhasil menaklukkan post-holyday syndrome, kita tidak lagi melihat libur panjang secara possesif. Liburan pun menjadi sarana untuk kembali me-recharge semangat kita agar lebih produktif dan bermanfaat bagi orang lain. (PG)

 

_______________________

 

ilustrasi gambar dari: www.whitelifedesign.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun