“Oh, gitu.”
“Eh, ini kue-kuenya buat sendiri ya, Ra? Pisang gorengnya enak loh…..” ucap Jo. Tangan kanannya memegang sisa potongan pisang goreng dari mulutnya.
“Kuenya beli di toko depan kompleks. Tapi,…,” Rara tersipu. “…pisang gorengnya memang buatan aku sendiri.”
Seperti dikomando, serempak Supratman dan Bre ikut menyicipi pisang goreng buatan Rara. Mereka sepertinya juga setuju mengenai kelezatan pisang goreng tersebut.
Obrolan terus mengalir sampai satu per satu piring kue mendekati tandas. Teh manis dalam gelas-gelas pun habis menyusut. Rara mengajak ketiga kawannya untuk bersabar sedikit lagi sebelum hidangan makan malam tersedia.
“Tunggu bentar lagi, ya. Sate babat-nya lagi dipanasi bibi di dapur,…” ucap Rara.
Saat itu diatas meja masih tersisa sepotong pisang goreng.
“Eh, dihabisin dong,…” ucap Rara lagi.
“Aku hampir kenyang. Lagian perut mesti dikasih space buat hidangan berikutnya.., Jo, kamu saja yang makan..,” sahut Bre.
Jo mencibir, “Tumben bisa kenyang, Bre…,” tapi dia pun enggan mencomot pisang goreng yang tinggal satu-satunya itu, lalu menyuruh Supratman yang menghabiskannya. Supratman pun rupanya sama saja.
Mereka pun terus berbincang. Walaupun dari gelagat curi-curi pandang ke arah piring pisang goreng, sepertinya mereka bertiga masih pengen. Hanya mungkin mungkin tidak enak hati pada tuan rumah.