Pada banyak seminar mengenai kewirausahaan, seminar bertema financial revolution atau kesempatan-kesempatan lain, kita sering melihat disajikan perbandingan antara Pengusaha dan Karyawan. Pengusaha digambarkan sebagai status karir yang ideal, dan menjadi patron untuk memacu para karyawan sebagai orang-orang yang masih menggantungkan hidupnya pada orang lain untuk segera “move on”, alias berpindah status.
Meminjam teori cashflow quadrant ala Kyosaki, karyawan yang berada pada kuadran E (employee) adalah pekerjaan yang beresiko tinggi karena produktivitasnya dibatasi oleh usia dan jam kerja. Oleh karena itu peluang untuk mendapatkan penghasilan lebih minim. Selain itu, karyawan juga rentan terkena pemutusan hubungan kerja.
Sedangkan pengusaha yang berada pada kuadran B (Business Owner) memiliki peluang untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar, karena mereka memiliki kemampuan untuk mengendalikan perputaran uang dari aset-asetnya. Produktivitas tidak dibatasi oleh jam kerja. Usia pun tidak terlalu jadi penghalang untuk memperoleh income. Yang pasti pengusaha tidak bakal terkena PHK.
Tak bisa dipungkiri, perbandingan-perbandingan tersebut berhasil menonjolkan superioritas pengusaha dibanding karyawan.
Padahal jika mau dilihat dengan sudut pandang yang lebih lebar, sebenarnya kedua kategori profesi tersebut sama saja “kehormatan”-nya jika si pelakon benar-benar berdedikasi pada profesinya. Sekalipun hanya karyawan, namun jika memiliki manajemen keuangan yang baik, kita juga bisa memaksimalkan arus kas kita. Kuncinya, menekan biaya hidup, dan mengubah sebagian pendapatan jadi aset yang bisa menghasilkan pendapatan tambahan.
Sebaliknya, seorang pengusaha sebenarnya bergelut dengan banyak resiko. Realitanya, pengusaha pun memiliki seleksi alam-nya sendiri. Hanya sedikit pengusaha yang benar-benar bisa menembus rimba raya bisnis, dan berhasil mengembangkan usahanya. Ramainya persaingan usaha, kemampuan berinovasi, menjadi kata-kata kunci yang menguji eksistensi seorang pengusaha. Tidak siap mental, siapa-siap saja jatuh terpelanting.
Jadi sebenarnya Pengusaha maupun Karyawan memiliki peluang dan tantangannya masing-masing. Kita lihat lebih jauh lagi.
Karyawan
Memang hanya orang upahan saja. Namun jika benar-benar berdedikasi pada pekerjaan kemudian memiliki etos kerja yang baik, seorang karyawan bisa jadi memiliki jenjang karir yang baik, apalagi jika bisa sampai ke tingkat top manajemen. Pada pucuk tertinggi dalam struktur manajemen, karyawan sudah hampir memiliki status sama dengan pemiliki usahanya. Jika semula hanya memikirkan dan berkontribusi pada keberlangsungan perusahaan sebatas lingkup kerjanya saja, kini juga ikut bertanggungjawab terhadap keberlangsungan seluruh lini perusahaan. Memang resiko yang berhubungan dengan karir pasti ada, seperti demosi bahkan PHK. Namun jika memiliki kinerja yang baik, resiko tersebut bisa diminimalkan. Seperti yang sudah dipaparkan di atas, menjadi karyawan bukan berarti tidak bisa meningkatkan pendapatan. Mengubah sebagian pendapatan menjadi aset yang digunakan untuk mendatangkan penghasilan tambahan dapat menjadi alternatif untuk memaksimalkan arus kas. Misalnya: membangun rumah kos-kosan, penyedia jasa mobil rental, dan lain-lain.
Pengusaha
Nilai lebih dari pengusaha adalah memiliki waktu yang lebih fleksibel dibanding karyawan. Apalagi jika usaha plus manajemennya sudah berjalan baik. Peluang untuk meningkatkan pendapatan juga lebih terbuka lebar dibanding karyawan. Orang-orang yang suka tantangan dan gemar mengejar rupiah, cocok berada pada posisi ini. Pada umumnya kesulitan terbesar bagi pengusaha adalah masa-masa saat bisnis baru startup. Pada masa-masa ini pengusaha “bermain” dengan propabilitas dan resiko. Waktu untuk beristirahat dan berleha-leha pun mesti dipangkas demi memastikan usahanya bisa berjalan. Namun jika masa-masa sulit ini bisa dilewati, pengusaha pun mendekati kejayaannya.
Kesimpulan
Pengusaha maupun karyawan sama mulianya. Karyawan membutuhkan pengusaha. Sebaliknya, pengusaha pun membutuhkan karyawan. Berbicara resiko, keduanya memiliki resikonya masing-masing. Berbicara income atau pendapatan, keduanya pun memiliki peluang yang sama. Pendapatan pengusaha kelas teri bisa jadi jauh lebih rendah dari seorang karyawan yang punya jabatan tinggi. Berbicara tantangan, keduanya juga punya tantangannya sendiri-sendiri.
Mungkin pengusaha bisa bilang, “karyawan adalah bawahan saya, sehingga saya bebas memerintah mereka,” namun jangan lupa, pengusaha harus memikirkan kelanjutan bisnisnya sehingga otomatis harus ikut memikirkan kesejahteraan karyawannya. Jadi baik pengusaha maupun karyawan memiliki kesenangan dan kesusahannya masing-masing.
Jadi kesimpulannya, apapun pekerjaan kita saat ini, tekuni dan jalani dengan amanah. Setiap pekerjaan yang dijalankan sungguh-sungguh dan memberi kontribusi yang berarti bagi orang lain, akan diberi berkah dan rejeki yang sepadan dari Tuhan. (PG)
______________________
ilustrasi gambar dari: ursmoneymaker.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H