Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Belajar Critical Thinking dari Kompasiana

31 Mei 2015   09:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:26 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_421478" align="aligncenter" width="448" caption="ilustrasi/philippedelacourcelle.com"][/caption]

Masyarakat kita sangat reaktif terhadap informasi yang diterimanya, tapi di sisi lain, mudah terbawa arus pemberitaan. Makanya tidak usah heran, suatu hari masyarakat kita begitu getol memperbincangkan suatu isu yang sebenarnya belum begitu jelas, namun hari berikutnya tiba-tiba melupakan isu tersebut begitu ada isu lain yang datang. Lalu munculah istilah satir “pengalihan isu” atau istilah-istilah serupa jika pemberitaan mainstream menyorot hal-hal lain apalagi jika terkesan diekspos berlebihan.

Critical thinking (berpikir kritis) adalah keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat yang lebih maju cara berpikirnya. Keterampilan ini tidak bisa didapatkan secara instan, juga tidak diajarkan secara khusus pada mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi. Daya kritis merupakan hasil dari mengelola cara berpikir yang didapat dari pembelajaran terus menerus.

Dalam bukunya, Self Driving, Rhenald Kasali mengutip beberapa fenomena yang bisa mengindikasikan masih ada sebagian masyarakat kita yang belum mampu berpikir kritis dengan baik. Misalnya pada saat  Pilpres 2014 lalu, cukup banyak orang termasuk mereka yang mengaku terdidik, tertipu begitu saja oleh berita palsu yang dikemas dalam black campaign. Atau misalnya masih ada saja sarjana-sarjana yang tertipu oleh money games.

Melatih seseorang atau suatu generasi untuk lebih berpikir kritis memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Pada dasarnya berpikir kritis adalah cara kita mengolah informasi yang masuk ke panca indra kita. Untuk mengolah informasi tersebut dimulai dengan rasa ingin tahu, lalu menguji informasi yang datang melalui pembuktian,  keakurasian dan relevansinya dengan informasi yang lain.

Kita bisa melatih cara berpikir ini setiap saat dengan mulai membiasakan diri menyaring informasi demi informasi yang kita dapatkan. Tidak perlu jauh-jauh, dinamika yang kita temui di rumah Kompasiana ini pun sebenarnya bisa dijadikan sebagai sanggar untuk melatih cara berpikir kritis kita.

Saya mencoba mengutip beberapa kiat melatih cara berpikir kritis di buku Self Driving dan membandingkannya dengan aktivitas kita di Kompasiana.

Clarity (Kejelasan)

Dalam keseharian Kompasiana, sering kita temui balas berbalas opini terhadap sebuah isu yang sedang hangat dibicarakan. Setiap penulis mengemukakan sudut pandangnya disertai dengan fakta dan elaborasinya. Semakin jelas ulasan yang diangkat akan semakin menguatkan opini penulis tersebut. Ini adalah kiat bagus untuk mengasah cara berpikir pembaca, apalagi penulisnya, dalam menyikapi sebuah isu.

Relevansi

Semakin sinkron suatu ulasan dengan informasi atau fakta-fakta yang lain, semakin “kuat” tulisan seorang Kompasianer. Pro dan Kontra menyikapi suatu masalah itu sudah biasa, yang penting cara kompasianer menghubungkan sebuah fakta dengan sudut pandangnya sudah tepat. Pembaca pun akan dilatih untuk berpikir kritis dengan membandingkan tulisan yang satu dengan tulisan lain yang temanya serupa.

Akurasi

Tak jarang balas berbalas opini (bahkan kadang cenderung jadi bully mem-bully) disebabkan oleh data yang disajikan oleh Kompasianer kurang akurat. Mungkin kesalahan bukan sepenuhnya milik Kompasianer itu sendiri, melainkan berasal dari referensi atau sumber informasinya.  Nah disinilah saatnya berpikir kritis diperlukan. Apakah data yang hendak kita sajikan itu sudah akurat atau masih meragukan? Apakah sumber-sumber informasi lain juga menampilkan data yang sama atau malah berbeda? Akurasi data atau informasi sangat penting bagi seorang penulis apalagi yang banyak bermain di ranah opini. Dengan meningkatkan akurasi informasi yang kita tampilkan, kita juga sedang melatih cara berpikir kritis kita.

Mendalam

Membuat ulasan yang mendalam, menyentuh hal-hal mendasar dan strategis memang adalah proses yang tidak mudah dilakukan. Makanya admin memberi apresiasi yang tinggi bagi artikel yang diulas secara detil dan mendalam. Sekalipun tulisan yang dihasilkan aktual, relevan dan akurat namun jika disajikan secara dangkal, tulisan tersebut tidak akan memberi banyak manfaat bagi pembacanya. Membuat tulisan yang mendalam membutuhkan daya pikir yang kritis dan kompasianer selalu dituntut untuk melahirkan tulisan yang mendalam.

Jika melihat-lihat kebelakang saya menemukan beberapa tulisan  yang lahir cenderung reaktif tanpa analisa kritis yang mendalam. Lalu seiring waktu dan perkembangan data-data terbaru, tulisan saya pun tersanggah dengan sendirinya. Jadi saya sendiri masih harus banyak melatih cara berpikir kritis dengan terus mengasah diri di Kompasiana ini. (PG)

ilustrasi gambar dari :philippedelacourcelle.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun